Mohon tunggu...
andika muhammad nuur
andika muhammad nuur Mohon Tunggu... direktur krapyak peduli sampah

konten tentang bagaimana pondok pesantren menyelesaikan permasalahan sampah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pemerintah Desa dari Bali Kunjungi Krapyak Peduli Sampah: Belajar Biodogester dan Model Organik

19 September 2025   13:20 Diperbarui: 19 September 2025   13:20 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pondok Pesantren Krapyak Yayasan Ali Maksum kembali menjadi pusat perhatian dalam gerakan lingkungan. Pada 22 Februari 2024, Krapyak Peduli Sampah (KPS) menerima kunjungan salah satu pemerintah desa dari Provinsi Bali. Rombongan datang dengan tujuan khusus untuk mempelajari sistem pengolahan sampah yang dijalankan KPS, terutama terkait biodigester dan model pengolahan organik lainnya seperti biopori.

Fokus pada Teknologi Biodigester

Dalam kunjungan ini, Andika Muhammad Nuur selaku Direktur KPS menjelaskan secara rinci tentang sistem biodigester yang telah lama dikembangkan di Krapyak. Sampah organik yang berasal dari dapur pesantren dan masyarakat sekitar dipilah terlebih dahulu antara organik dan anorganik. Sampah organik kemudian digiling dan dimasukkan ke dalam reaktor biodigester. Dari proses ini dihasilkan biogas yang digunakan untuk kebutuhan memasak harian di pesantren.

Para tamu dari Bali sangat antusias melihat bagaimana limbah yang sering kali dianggap tidak berguna, dapat diubah menjadi energi bersih dan ramah lingkungan. Bagi mereka, teknologi ini menjadi solusi nyata dalam menghadapi tantangan pengelolaan sampah di daerah pedesaan, khususnya yang memiliki keterbatasan dalam fasilitas TPA.

Edukasi tentang Biopori dan Model Organik Lainnya

Selain biodigester, KPS juga memperkenalkan metode biopori sebagai alternatif sederhana dalam mengelola sampah organik skala rumah tangga. Dengan membuat lubang biopori di tanah, sampah organik dapat diuraikan secara alami sekaligus meningkatkan kesuburan tanah. Metode ini sangat relevan bagi pemerintah desa, karena mudah diterapkan di lingkungan warga dengan biaya rendah.

KPS juga memaparkan model pengolahan organik lainnya, mulai dari pembuatan pupuk cair, media tanam dari limbah organik, hingga pengembangan ekosistem pertanian terpadu yang berbasis pada prinsip "sampah hari ini selesai hari ini."

Inspirasi untuk Desa

Dalam diskusi yang hangat, para tamu dari Bali menyampaikan apresiasi atas apa yang telah dicapai KPS. Menurut mereka, kolaborasi antara pesantren, masyarakat, dan santri menjadi kunci sukses yang dapat ditiru. Mereka berharap setelah pulang ke daerah masing-masing, program serupa dapat diterapkan dengan dukungan pemerintah desa dan partisipasi aktif warga.

Kunjungan ini menegaskan kembali bahwa KPS bukan hanya tempat pengolahan sampah, melainkan juga laboratorium sosial-ekologis yang memberi inspirasi luas. Dengan menggabungkan ilmu, teknologi, nilai agama, dan budaya, KPS berhasil menunjukkan bahwa sampah bukanlah masalah, tetapi sumber daya yang bisa menghidupi dan memajukan masyarakat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun