Ketika kita bermimpi tentang Utopia dan Milenium.
Ketika kita mulai hampir percaya bahwa manusia bukanlah harimau yang setengah jinak dan bau darah tidak akan membangunkan kebiadaban di dalam dirinya.
Kita tiba-tiba tersentak dari mimpi yang menipu itu dan mendapati topeng tipis peradaban terkoyak dan dibuang dengan penuh penghinaan.
Kita berbaring seperti petani di lereng lava Vesuvius
Gunung yang sudah lama tidak aktif sehingga kita percaya apinya telah padam.
Di sekeliling kita tergantung anggur yang bergerombol dan daun zaitun yang hijau bergetar di udara malam yang lembut di atas kita.
Di atas kita bersinar bintang-bintang yang damai dan sabar.
Kemudian hantaman letusan baru membangunkan kita
Gemuruh guntur bawah tanah
Sambaran petir vulkanik ke dada langit bergulung-gulung.
Lantas kita melihat tercengang..
Titan yang tersiksa memuntahkan apinya di antara bintang-bintang pucat
Pohon berasap dengan awannya yang besar
Aliran air merah mengalir di sisi-sisinya. Â
Deru dan jeritan Perang Saudara ada di sekitar kita
Daratan menjadi kacau balau
Manusia kembali menjadi biadab.
Pasukan besar bergulung di sepanjang ombak mereka yang mengerikan dan meninggalkan gurun yang berasap dan tak berpenghuni.
Penjarah ada di setiap rumah bahkan mencabut sepotong roti dari bibir anak yang kelaparan.