Mohon tunggu...
Andie Hazairin S
Andie Hazairin S Mohon Tunggu... -

Seorang yang ingin menambah kawan dan saling bertukar cerita.

Selanjutnya

Tutup

Money

Strategi Membentuk Perusahaan Joint Venture yang Menguntungkan (2)

27 Oktober 2015   07:50 Diperbarui: 28 Oktober 2015   18:14 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Vaughan Evans dalam bukunya 25 Need to Know Strategy Tools menerjemahkan motif ekonomi sebagai strategic objective. Ketika seseorang atau suatu perusahaan memutuskan untuk membentuk joint venture dengan pihak lain, maka berikut ini biasanya menjadi motifnya :

  1. Mendapatkan akses atas pasar baru / produk baru.
  2. Transfer keahlian / teknologi.
  3. Skala ekonomi.
  4. Berbagi risiko.
  5. Mengurangi tingkat kompetisi.

Produsen ban Pirelli asal Italia menggandeng PT Astra Otoparts, Tbk untuk membentuk perusahaan JV PT Evoluzione Tyre yang memproduksi ban sepeda motor. Bagi Pirelli, PT Astra Otoparts, Tbk yang mempunyai jaringan distribusi komponen kendaraan bermotor di Indonesia sangat prospektif untuk menjual ban produksi mereka di pasar domestik. Kedekatan PT Astra Otoparts, Tbk dengan Original Equipment Manufactrurers (OEM) di Indonesia juga menjadi nilai tambah untuk mengurangi tingkat kompetisi. Sebaliknya bagi PT Astra Otoparts, Tbk, Pirelli menghadirkan produk baru dan teknologi ban sepeda motor yang bisa diandalkan. Selain itu, dengan skala ekonomi efisien, mereka berpeluang merebut pangsa pasar internasional karena reputasi merek Pirelli di dunia. Di sinilah mereka berbagi risiko sehingga strategic objective keduanya terakomodasi dengan baik.

Memahami Business Model

Samuel Henry dalam artikelnya yang berjudul Business Model for Startup – bagian 2 mendefinisikan bahwa business model adalah merupakan alat bantu yang menjelaskan bagaimana suatu organisasi menciptakan, memberikan, dan menangkap suatu nilai tambah. Lebih detail lagi Alexander Osterwalder memperkenalkan konsep Business Model Canvas dalam bukunya yang berjudul Business Model Generation, yang merepresentasikan sembilan elemen kunci dalam sebuah business model sebagai berikut:

 

Secara pribadi, saya menambahkan satu kunci lagi, yaitu financial flexibility. Bila kita memiliki financial flexibility yang kuat, maka posisi kita akan berada di atas angin, seperti istilah Cash is the King. Adakah kita memiliki kelonggaran keuangan yang cukup untuk membuat perusahaan joint venture? Bila ya, itu akan membuat nilai lebih dan bargaining position yang bagus.

Pengalaman Starbucks menembus pasar China sangatlah fenomenal. Selama ribuan tahun masyarakat China secara tradisi memiliki budaya minum teh. Hal ini menjadi tantangan bagi Starbucks ketika pertama kali mereka menawarkan kopi dengan harga premium di tahun 1999. Sepertinya mustahil mengubah budaya minum teh itu menjadi pangsa pasar peminum kopi yang sangat menjanjikan.

Helen H. Wang menuliskan untuk Forbes, 2012, bahwa apa yang dilakukan oleh Starbucks adalah dengan menggandeng partner lokal untuk membuka gerai kopi di tempat-tempat yang strategis dan ramai dilalui oleh orang. Mereka mendapati bahwa pasar China tidak homogen. China di daerah Utara tidak sama dengan China daerah Timur. China daratan tidak sama dengan China yang tinggal di tepi-tepi pantai. Oleh karenanya, untuk melakukan ekspansi di China, Starbuks membagi China menjadi 3 daerah dan berpartner dengan pemain lokal. Di China sebelah Utara, mereka berpartner dengan Beijing Mei Da, perusahaan kopi setempat. Di China sebelah Timur mereka berpartner dengan perusahaan yang berbasis di Taiwan, Uni President. Sedangkan di China sebelah Selatan, mereka berpartner dengan Maxim’s Caterers yang berbasis di Hongkong. Starbucks membawa brand global mereka ke China, dan partner-partner mereka di China membantu mereka dengan masing-masing kekuatannya untuk melakukan penetrasi pasar dan memahami selera lokal. Hasilnya, Starbucks berhasil membawa penduduk lokal menggilai kopi, yang dibuktikan dengan 1500 gerai Starbucks di seluruh penjuru China.

Kesiapan Menjadi Parent Company

Seorang India dari Jaipur yang bekerja sebagai seorang direktur pada sebuah perusahaan di Indonesia pernah berkata kurang lebih begini,”Tanah yang luas tidak akan menghasilkan apa-apa sebelum kita cangkul, kita kasih pupuk, kita tanami, dan kita rawat dengan baik. Kalau itu sudah kita lakukan, baru kita berharap akan memanen buahnya. Itu pun tergantung tanaman apa yang kita tanam. Kalau mangga ya panen mangga, kopi ya panen kopi. Kalau kita tanam rumput, ya jadi makanan sapi.”

Membentuk JV berarti mempersiapkan diri menjadi parent company. Tidak ada seorang pun bayi di dunia yang tiba-tiba bisa berbicara ketika dilahirkan kecuali Nabi Isa as. Demikian juga dengan perusahaan JV, yang memerlukan pendampingan sejak pembentukannya. Pola pendampingan inilah yang kelak menjadi role model bagi perusahaan JV tersebut, dan bahkan akan menjadi corporate culture di dalamnya.

Michael Goold, Andrew Campbell, dan Marcus Alexander dalam bukunya Corporate Level-Strategy: Creating Value in the Multi Business Company merumuskan kesiapan perusahaan kita untuk melakukan parenting dalam the Parenting Fit – Matrix sebagai berikut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun