Mohon tunggu...
andi chairil
andi chairil Mohon Tunggu... Lainnya - Mantan wartawan dan praktisi media

Mantan wartawan dan praktisi media elektronik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilpres 2024, Oligarki, Pilpres 2029

22 September 2022   19:53 Diperbarui: 22 September 2022   21:46 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bagi orang awam dan tidak berada dalam riuh politik, kadang perlu juga menuangkan pikiran awamnya. Dalam hal ini Pilpres 2024 yang (baru) akan dilaksanakan pada Februari 2024 mendatang. Dimana dalam hitungan bulan, tidak sampai 24 bulan. Bahkan tidak sampai genap 17 bulan. Sehingga bisa dimaklumi bila orang awam bisa merasakan 'debu-debu' gemuruh Pilpres yang beterbangan. Bahkan lembaga survey secara berkala selalu rilis hasil survey yang secara tak langsung semakin memanaskan kontelasi persaingan panggung pilpres 2024.

Apalagi baru-baru ini mantan presiden SBY, yang memegang tali kendali Partai Demokrat dan berupaya menempatkan anaknya, Agus Harymurti Yudhoyono, di panggung Capres-Cawapres, melemparkan dugaan bakal ada ketidak-jujuran. Yakni pilpres dirancang  hanya ada 2 paslon Capres-Cawapres. Kekhawatiran SBY jamak saja. Karena apabila hanya ada 2 paslon, maka bisa hilang kesempatan AHY untuk ikut kontestasi pilpres 2024.

Meski dinamika politik sangat cair dan sangat bisa berubah jelang penetapan pasangan Calon Presiden - Wakil Presiden pada  19 Oktober -- 24 Nopember 2023 kelak, tapi poros koalisi yang ada tersirat saat ini ada 3 :

1. Poros Gerindra - PKB yang akan mengusung Prabowo - Muhaimin

2. Poros Golkar - PAN - PPP yang belum tampak siapa yang akan diusung (Airlangga - Ganjar ?)

4. Poros Nasdem - Demokrat - PKS yang tampak akan mengusung Anies - AHY

Sementara PDIP meski bisa mengajukan paslon Capres-Cawapres tanpa mesti berkoalisi, Sekjen PDIP Hasto menegaskan bahwa PDIP tetap akan berkoalisi. Masalahnya,  partai mana yang bersedia menerima Puan Maharani -- yang agak sulit 'dijual' -- sebagai Capres ataupun Cawapres.

Entah ketidak-jujuran seperti apa yang diduga oleh SBY sehingga hanya bisa 2 kontestan saja pada Pilpres 2024. Karena kalau Nasdem -- yang menjadi bandul politik sekaligus pondasi koalisi bagi Demokrat dan PKS -- cabut, itu bukan ketidak-jujuran. Tetapi pragmatis politik yang merupakan sebuah keniscayaan dalam politik.

SBY tidak boleh cengeng jika Nasdem karena sesuatu keluar dari gerbong koalisi Demokrat dan PKS. Terus, menganggap langkah Nasdem sebagai sebuah ketidak-jujuran. 

Dalam politik tidak ada yang abadi dan tidak yang tidak mungkin. Mafhud MD yang sudah siap-siap jadi Cawapres dari Jokowi pada Pilpres 2019 saja bisa di-stip di detik-detik akhir.

Kenapa SBY Gusar?

Seperti halnya dengan Megawati, SBY pun ingin anaknya kelak bisa menjadi RI 1. Dan peluang itu terbuka pada Pilpres 2029. Jika pada Pilpres 2024 berhasil menduduki posisi Wakil Presiden -- dengan Anies sebagai Presiden, maka langkah AHY untuk menuju RI 1 sangat dekat dan terbuka. 

Bukan tidak mungkin ketika Anies -- AHY dinyatakan sebagai pemenang, SBY dan Demokrat sudah menyusun strategi menuju Pilpres 2029. Maka tak mengherankan SBY dan Demokrat gusar atau memang sengaja melemparkan isu hanya 2 paslon untuk membuat masyarakat terlibat mendorong terbentuknya 3 pasang Capres dan Cawapres. Semata-mata agar peluang AHY tetap berada dalam panggung kontestasi.   

Apalagi motivasi SBY adalah menjadikan AHY sebagai generasi kedua yang bisa menjadi Presiden RI dari trah Yudhoyono -- menyamai jejak Soekarno, yang lebih dulu melalui Megawati Soekarnoputri. 

Ambisi SBY atas AHY jelas tampak. SBY 'selon' atas karir militer AHY dengan menjadikannya sebagai calon Gubernur DKI pada tahun 2017. Posisi Gubernur DKI menjadi tunggangan untuk 2019. Sayangnya pada tahun 2019 tak ada yang menggandeng AHY dan Demokrat dalam kontestasi. Maka jamak saja peluang Pilpres 2024 menjadi pertaruhan selanjutnya untuk menuju istana.

Jadi bagi Puan dan AHY, posisi Wakil Presiden pada Pilpres 2024 ini jadi batu lompatan yang sangat penting dan strategis. Jika posisi Wakil Presiden lepas dari pegangan pada Pilpres 2024 pasti perjuangan memenangkan kontestasi Pilpres 2029 sangat dan amat berat. Jadi lebih baik berdarah-darah pada gelaran Pilpres 2024 ini.

Sebenarnya bukan hanya Puan dan AHY, tapi kondisi yang sama terhadap Muhaimin Iskandar. Hanya saja dalam posisi saat ini, tampak Cak Imin bisa lebih fokus bekerja keras melakukan penetrasi ke bawah untuk meningkatkan awereness dan elektabilitas -- sementara untuk menjaga komitmen Gerindra agar konsisten koalisi dengan PKB, digarap oleh orang-orang dekat Cak Imin. Di sosmed tampak sekali keriuhan orang-orang atas aktifitas Cak Imin. Meski itu harus dibuktikan pada saat pencoblosan kelak

Sementara berbeda dengan Puan dan AHY. Mereka mesti bekerja keras untuk mencari dan menjaga teman koalisi. Memang masih ada waktu bagi AHY dan Puan untuk lakukan safari politik -- dan tugas menggarap konsituen untuk Puan saat ini dilakukan oleh Dewan Kolonel.

Sebenarnya bersama Puan sebagai Cawapres (apalagi sebagai Capres), memiliki dilematis tinggi.

Dari sisi raihan suara partai, posisi PDIP sangat menjanjikan. Nyaris perolehan polling di semua lembaga survei, PDIP konsisten di posisi teratas. Ini jelas menggoda. 

Tetapi di sisi elektabilitas figur, Puan sangat jeblok. Hanya kisaran 2% ! Dalam kontestasi Presiden - Wakil Presiden, ketertarikan pemilih untuk memberi suara banyak didorong faktor figur. 

Apalagi jika isu gender dalam kepemimpinan  dijadikan isu yang masif, yang mudah membimbangkan kalangan Islam konservatif. PDIP tampaknya percaya diri bahwa variable perolehan suara partai akan berbanding lurus dengan suara untuk Puan. Setidaknya tidak meleset terlalu jauh. Menarik juga melihat petaruhan perolehan suara PDIP versus suara Puan kalau maju sebagai Cawapres.

Berbeda jika PDIP menyorong Ganjar Pranowo untuk maju sebagai Wakil Presiden. Elektabilitas dan sosok Ganjar pun lebih diterima meski bukan trah Soekarno. Bahwa kelak ada isu ini-itu, niscaya siapa pun Capres dan Cawapres kelak dihujani isu. Tapi bedanya Ganjar tak isu yang berbau agama. Sayangnya peluang Ganjar di usung PDIP tampak suram. Atau, Ganjar selon menerima pinangan partai lain ? Kursi kekuasaan itu sungguh menggoda khan...

Akankah Presiden dan Wakil Presiden Nanti Solid?

Beranjak dari motivasi politik jangka panjang, kekompakan Presiden dan Wakil Presiden periode 2024 - 2029 menarik diduga.

Apabila Prabowo - Muhaimin atau Prabowo - Puan (?), relatif kekompakan dan soliditas bisa terjaga hingga akhir masa pemerintahan. Setidaknya tak ada yang ingin 'curi' panggung. Karena bisa dipastikan Prabowo bukan lagi rival pada kontestasi Pilpres 2029. Meski dari sisi partai, bisa saja ada gesekan karena bukan tidak mungkin Gerindra punya ambisi untuk dorong Sandi pada Pilpres 2029 kelak.

Pun demikian halnya jika Airlangga Hartarto - Ganjar Pranowo atau Airlangga - Puan. Relatif kecil potensi saling sikut antara Presiden dan Wakil Presiden. Mengingat pada tahun 2029, usia Airlangga Hartarto sudah 68 tahun -- kecuali Airlangga masih ngebet kepengen jadi Presiden.

Yang justru rawan terjadi ketidak-kompakan dalam pemerintahan ada pada Anies dan AHY. Pada 2029, masing-masing berusia 60 tahun dan 51 tahun. Ini tentu membuat Anies dan AHY sangat terbuka untuk maju pada Pilpres 2029.

Selain pasti ada pengaruh SBY (dan Demokrat) atas langkah AHY dalam pemerintahan, rezim Anies -- AHY kelak juga rentan pengaruh Surya Paloh -- tokoh kunci yang menjadikan Anies - AHY bisa maju sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Dan pasti Surya Paloh dan Nasdem pun punya kepentingan untuk Pilpres 2029. Sebenarnya kurang-lebih sama seperti rezim Jokowi ini, dimana faktor Mega sangat besar pengaruhnya ke Jokowi.

Jadi jika Anies - AHY terpilih maka kondisinya sama dengan Jokowi. Jadi petugas partai dan tak lepas dari pengaruh figur 'pemilik' partai. Dan itu bisa mempengaruhi ketidak-harmonisan antara Presiden dan Wakil Presiden karena faktor  kesertaan di Pilpres 2029 kelak. Seperti dulu saat periode SBY - JK dimana pada paruh masa pemerintahan tampak tak kompak menjelang Pilpres 2009.

Cawe-cawe dari 'pemilik' partai tidak terjadi pada Prabowo dan Muhaimin karena keduanya adalah Ketua Umum Partai dan memiliki kepemimpinan yang kuat di partai masing-masing. Seperti halnya Megawati dan Surya Paloh.

Tetap Oligarki

Membedah beberapa calon pasangan RI1 -- RI2 bisa banyak variabel dan hasil beragam. Tapi pasangan Prabowo -- Muhaimin tampaknya lebih firm. Mempertimbangkan keduanya adalah ketua umum partai yang memiliki tingkat kepemimpinan yang kuat di masing-masing partai dan Prabowo pasti tak akan ikut kontestasi Pilpres 2029, yang bisa mengurangi potensi saling sikut antara Presiden dan Wakil Presiden.

Hanya saja, siapa pun kelak masuk ke istana, bukan berarti oligarki tak akan ikut. Faktor endorsement dan biaya pilpres, menjadi faktor utama yang membuat oligarki berada di lingkup Presiden dan Wakil Presiden terpilih. 

Bahkan sekali pun Prabowo yang akhirnya menjadi RI1, tetap tabungannya tak akan kuat menanggung sendiri biaya kampanye. Perlu sokongan donatur atau apapunlah namanya. 

Apalagi Anies yang tidak bakal mau dan tidak bakal sanggup gelontorin walau cuma puluhan miliar -- yang hanya 0,5% dari triliunan sebagai ongkos yang mesti dikeluarkan bagi seorang capres dan cawapres.

Tidak heran jika ada hasil survei yang menyatakan kualitas demokrasi di Indonesia menurun.  Meski penyebab utama adalah masalah korupsi, yang salah satunya diduga karena besarnya biaya politik, yang membuat politikus berpikir untuk balik modal dan membuka peluang pengaruh 'ekor' oligarki.

Namun meski dinamika politik dan demokrasi di Indonesia ini tidak terlalu sulit diurai tetapi selalu ada kejutan. Penyebabnya adalah faktor elektabilitas, pembiayaan dan perhitungan politik ke depan. Kalkulasi Pilpres 2029 mesti masuk kalkulasi karena (drama) politik adalah episode yang tak ada henti. Setidaknya bagi saya yang cuma amati politik dari kejauhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun