Mohon tunggu...
Andi Muh Asdar
Andi Muh Asdar Mohon Tunggu... Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum UMI | Praktisi Hukum

Mahasiswa Hukum yang percaya bahwa hukum bukan hanya sekadar aturan, tetapi sebagai refleksi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tragedi Pemeriksaan Kuku dan Pesan Filosofisnya

11 April 2025   10:45 Diperbarui: 11 April 2025   10:47 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waktu itu, hidup saya begitu sederhana masih duduk di bangku Sekolah Dasar, sebuah sekolah sederhana yang terletak di ujung Bone bagian selatan bernama SD 289 Bulusirua, Masa-masa di mana seragam putih merah terasa seperti jubah kebesaran seorang pahlawan kecil. Lucunya, mulai dari kelas 2 sampai kelas 6, saya selalu terpilih menjadi ketua kelas. Entah karena saya memang dianggap paling bertanggung jawab... atau cuma paling sering disuruh guru.

Sebagai ketua kelas, tentu saja ada beban moral setidaknya di mata guru. Saya ini harus jadi contoh, panutan, dan model murid teladan. Tapi sayangnya, sebagai manusia kecil biasa, saya juga penuh kelalaian.

Dan di sinilah cerita legendaris itu bermula.

Hari itu adalah hari yang ditakuti semua murid: Hari Pemeriksaan Kuku. Ini bukan sekadar tradisi, ini seperti ujian nasional mini bagi kami. Guru-guru berjalan dari meja ke meja, memeriksa kuku satu per satu, seolah-olah kuku adalah cermin kedisiplinan seorang murid.

Saya, sang ketua kelas, baru sadar  "Astaga! Ku lupa potong kuku" (Saya lupa potong kuku)! Tidak hanya lupa, kuku saya saat itu luar biasa panjang. Kalau dipakai menggaruk kepala mungkin bisa keluar percikan api.

Panik? Sudah pasti.

Sebagai anak kecil penuh kreativitas dalam keadaan genting, saya mulai mencari cara supaya terhindar dari hukuman. Awalnya saya berusaha menggigit kuku. Tapi dasar kuku panjang, bukannya rapi malah bentuknya jadi aneh. Lalu muncullah ide yang lebih ekstrim  saya gosok-gosokkan kuku ke tembok kelas!

Kebayang, kan? Anak kecil, calon pemimpin masa depan, sedang ngesot kukunya ke tembok kayak mau asah pedang.

Saya gosok terus sambil harap-harap cemas, berharap kuku saya jadi lebih pendek atau minimal terlihat compang-camping, biar guru kasihan.

Tiba waktunya giliran saya diperiksa.

Guru mengangkat tangan saya, menatap kuku saya yang sudah penuh luka pertempuran dengan tembok.

Dan apa yang terjadi?

Tetap saja  Mistar kayu legendaris andalan guru kami itu menghantam jari-jari tangan saya sambil berkata "Kenapaki tidak potong kuku?"(Kenapa tidak potong kuku?) 

Saya hanya bisa menunduk. Antara malu, pasrah, dan geli sendiri. Toh, semua usaha saya hanya menghasilkan kuku bentuk aneh yang akhirnya tetap berujung hukuman.

Pelajaran Hidup dari Kuku Panjang

Waktu kecil saya tidak sadar, tapi hari itu mengajarkan saya sebuah filosofi hidup.

Seringkali dalam hidup, kita lebih sibuk mencari cara menutupi kesalahan daripada mencegahnya dari awal. Kita berusaha "memperbaiki" sesuatu dalam kepanikan, padahal kunci utamanya adalah kedisiplinan kecil yang konsisten.

Memotong kuku itu sederhana. Tapi kelalaian kecil bisa jadi masalah besar kalau diabaikan. Sama seperti dalam hidup terkadang bukan masalah besar yang menjatuhkan kita, tapi kebiasaan kecil yang kita abaikan terus-menerus.

Dan mungkin, menjadi pemimpin bukan tentang selalu sempurna, tapi tentang berani belajar dari kesalahan, meski itu dimulai dari tragedi kuku panjang yang digosok di tembok kelas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun