Mohon tunggu...
andhini salsa billa
andhini salsa billa Mohon Tunggu... Mahasiswa

AKU MAHASISWA

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Media Sosial: Antara hiburan dan Ancaman Bagi Kesehatan Mental Remaja?

7 Oktober 2025   21:00 Diperbarui: 8 Oktober 2025   17:07 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Remaja Bermain Media Sosial (sumber: Pinterest)

Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan remaja. Platform seperti Instagram, TikTok, dan Snapchat bukan hanya alat hiburan, tapi juga ruang untuk berbagi cerita, mencari inspirasi, dan menjalin pertemanan. Namun, di balik kilauan like dan share, tersimpan potensi ancaman serius terhadap kesehatan mental remaja. Apakah media sosial benar-benar teman setia atau musuh terselubung? Artikel ini akan mengupas dualitas tersebut, dengan fokus pada dampaknya bagi generasi muda yang sedang membentuk identitas diri.

Sisi Cerah: Hiburan yang Menyegarkan Jiwa

Media sosial sering kali dipandang sebagai sumber hiburan utama bagi remaja. Bayangkan seorang siswa SMA yang lelah setelah hari yang panjang di sekolah; scroll timeline di Twitter atau menonton video pendek di TikTok bisa menjadi pelarian yang menyenangkan. Menurut penelitian dari Liu et al. (2024), penggunaan media sosial yang moderat dapat meningkatkan rasa bahagia dan koneksi sosial. Remaja merasa lebih terhubung dengan teman-teman mereka, bahkan yang jauh secara geografis. Fitur seperti grup chat atau live streaming memungkinkan mereka berbagi pengalaman, seperti hobi atau prestasi sekolah, yang memperkuat rasa komunitas.

Selain itu, media sosial membuka akses luas terhadap informasi edukatif. Remaja bisa belajar tentang isu sosial, seperti lingkungan atau hak asasi manusia, melalui kampanye viral. Sebuah studi di Journal of Adolescent Health (Abi-Jaoude et al., 2020) menemukan bahwa paparan konten positif di media sosial dapat meningkatkan empati dan kesadaran diri pada remaja. Hiburan ini bukan sekadar pengalihan, tapi juga alat untuk pertumbuhan pribadi. Bagi banyak remaja di Indonesia, platform seperti Instagram menjadi wadah ekspresi kreatif, di mana mereka berbagi seni, musik, atau cerita sehari-hari, yang pada akhirnya mendukung perkembangan emosional yang sehat.

Sisi Gelap: Ancaman yang Mengintai Kesehatan Mental

Namun, tak bisa dipungkiri bahwa media sosial juga menyimpan risiko besar bagi kesehatan mental remaja. Penggunaan berlebihan sering kali memicu kecemasan dan depresi. Remaja, yang sedang dalam fase pencarian identitas, rentan terhadap perbandingan sosial. Melihat postingan teman yang tampak sempurna, liburan mewah, tubuh ideal, atau prestasi gemilang bisa menimbulkan rasa rendah diri. Fenomena ini dikenal sebagai social comparison dan telah dibahas dalam laporan Royal Society for Public Health (RSPH, 2017), yang menyatakan bahwa Instagram adalah platform paling berbahaya bagi kesehatan mental remaja Inggris, dengan 70% responden merasa lebih buruk setelah menggunakannya.

Di Indonesia, data dari UNICEF (2025) menunjukkan peningkatan gejala depresi ringan pada remaja usia 13-18 tahun akibat paparan media sosial yang berlebih. Cyberbullying menjadi ancaman nyata lainnya. Ucapan kasar atau pelecehan online bisa meninggalkan luka emosional yang dalam, bahkan memicu pikiran bunuh diri. Meta-analisis di The Lancet Child & Adolescent Health (2021) menemukan bahwa remaja yang menjadi korban bullying online berisiko lebih tinggi mengalami gangguan kecemasan, dengan penggunaan >3 jam/hari meningkatkan risiko depresi hingga 60%. Selain itu, FOMO (Fear of Missing Out) membuat remaja merasa cemas jika tidak ikut tren atau acara virtual, yang mengganggu pola tidur dan konsentrasi belajar.

Pandemi COVID-19 memperburuk situasi ini. Saat lockdown, penggunaan media sosial melonjak, tapi begitu juga kasus kesehatan mental. Sebuah meta-analisis di The Lancet Child & Adolescent Health (2021) mengungkapkan bahwa remaja yang menghabiskan lebih dari 3 jam sehari di media sosial memiliki risiko 60% lebih tinggi untuk mengalami gejala depresi. Isu body image juga krusial; filter dan edit foto menciptakan standar kecantikan tidak realistis, yang berdampak pada gangguan makan pada remaja perempuan, seperti yang dilaporkan dalam studi Eating Behaviors (Fardouly et al., 2023).

Ilustrasi Remaja Bermain Media Sosial (sumber: Pinterest)
Ilustrasi Remaja Bermain Media Sosial (sumber: Pinterest)


Menyeimbangkan Hiburan dan Risiko

Lalu, bagaimana remaja bisa menikmati media sosial tanpa terjebak ancamannya? Kunci utamanya adalah kesadaran dan pengawasan. Orang tua dan guru perlu mendidik tentang penggunaan yang bijak, seperti membatasi waktu layar menjadi 1-2 jam per hari, sesuai rekomendasi WHO (2019). Aplikasi pengingat waktu atau mode "do not disturb" bisa membantu. Remaja sendiri harus belajar memfilter konten, fokus pada akun yang positif, dan melaporkan bullying.

Pemerintah dan platform juga berperan. Di Indonesia, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (2022) mulai mengatur konten berbahaya, sementara TikTok dan Instagram telah menambahkan fitur kesehatan mental seperti "Take a Break". Penelitian terbaru dari Pew Research Center (2024) menunjukkan bahwa edukasi digital di sekolah dapat mengurangi dampak negatif hingga 40%. Selain itu, laporan McGorry et al. (2025) menekankan solusi seperti intervensi dini untuk mengatasi krisis kesehatan mental remaja di era digital. Pada akhirnya, media sosial adalah pisau bermata dua: hiburan yang menyegarkan jika digunakan dengan bijak, tapi ancaman serius bagi kesehatan mental remaja jika dibiarkan lepas kendali. Dengan pendekatan yang tepat, kita bisa memaksimalkan manfaatnya sambil meminimalkan risikonya. Remaja masa kini punya kekuatan untuk membentuk pengalaman digital mereka sendiri mari jadikan media sosial sebagai alat pemberdayaan, bukan penghancur mimpi.

Referensi :

Abi-Jaoude, E., Naylor, K. T., & Pignatiello, A. (2020). “Social media use in children and adolescents: A narrative review of the evidence”. Journal of Adolescent Health, 66(3), S1-S2. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun