Mohon tunggu...
Anatasia Wahyudi
Anatasia Wahyudi Mohon Tunggu... Freelancer - i am dreamer!

Ordinary people and stubborn

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mempertanyakan Komitmen Pemerintah Menurunkan Prevalensi Perokok Anak

16 Agustus 2022   17:58 Diperbarui: 16 Agustus 2022   18:02 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini, berdasarkan hasil Global Adults Tobacco Survey (GATS), prevelansi perokok di Indonesia mencapai 70,2 juta jiwa. Menurut Ketua Tim Kerja Penyakit Paru Kronis dan Gangguan Imunologi di Kementerian Kesehatan, Benget Saragih, iklan rokok di media sosial tidak ada yang mengawasi.

"Sekarang dengan adanya kemajuan 4.0, masyarakat sering menggunakan digital ini untuk melakukan pemesanan atau membeli atau atau mendapat informasi. Ini juga harus diatur direvisi PP 109," ungkap Benget pada Kamis, 28 Juli 2022.

Sedangkan, Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, Anthonium Malau, mengakui revisi PP 109 Tahun 2012 harus menambahkan poin pelarangan total iklan rokok di internet. Itu dilakukan agar Kominfo dapat menindalanjuti berupa pemblokiran atau take down.

Benget menambahkan, iklan rokok hanya diatur di luar ruang.

"Itu pun masih belum dijalankan di seluruh daerah apalagi ada 76 kabupaten kota yang belum mengeluarkan perda padahal di UU 36 disyaratkan, seluruh kabupaten kota harus menerapkan KTR. Artinya belum peduli, sudah diamanatkan, tapi tidak dilaksanakan. Ini yang membuat kita harus tetap merevisi PP 109," tegasnya.

Benget mengungkapkan, rokok elektrik dari tahun 2011 hingga tahun 2019 naik 10 kali dari 0,3 menjadi 3 persen. Menurutnya, ada yang menganggap rokok elektronik mengganti rokok konvensional.

"Rokok elektrik mengandung nikotin dan sangat adiksi. Lebih banyak remaja yang menggunakannya. Itu juga tidak diatur PP 109," lanjutnya.

Dalam Pasal 16 Konvensi Kerangka Kerja WHO tentang Pengendalian Tembakau memerintahkan setiap pemangku kebijakan memastikan penjualan batangan tunggal atau kemasan kecil produk tembakau dilarang dengan mengesahkan dan menegakkan UU yang sesuai.

Rokok ketengan juga menjadi problema di Afrika. Terlepas dari larangan penjualan rokok eceran oleh WHO, sebuah laporan Aliansi Kontrol Tembakau Afrika (ATCA) menuduh perusahaan tembakau melanggar peraturan tersebut.

Laporan yang dirilis pada tahun 2018 itu mengidentifikasi British American Tobacco (BAT), Phillip Morris International (PMI), dan Imperial Brands sebagai pelaku utama praktik itu di 10 negara Afrika. Nagara di Afrika itu diantaranya adalah Nigeria, Togo, Niger, Uganda, Pantai Gading, Chad, Burkina Faso, Kamerun, Ghana dan Kenya.

"Satu batang lebih murah daripada sebungkus penuh rokok dan akibatnya, membuat tembakau lebih terjangkau bagi kaum muda dan individu lain dengan sumber daya terbatas. Penjualan rokok eceran memudahkan anak muda untuk bereksperimen dengan produk dan akhirnya tetap menjadi pengguna," isi laporan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun