Mohon tunggu...
Anastasia Mellania
Anastasia Mellania Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Selamat datang di tulisan Anastasia, si mahasiswa Ilmu Komunikasi yang sedang belajar membuat karya.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Her (2013): Pesan Kesendirian dari Kehidupan di Masa Depan

19 Oktober 2020   21:42 Diperbarui: 20 Oktober 2020   14:51 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita perjuangan seorang penulis surat virtual yang digambarkan lewat film Her (2013) sukses membuka segala mata yang menonton bagian per bagian dari film karya Spike Jonze ini. Memiliki konflik dan alur cerita yang kompleks menjadikan Her berimplikasi khususnya dalam ranah sosial kepada siapapun yang menyaksikannya. 

Bila kita menelusuri lebih dalam, cerita yang disuguhkan menunjukan bahwa teknologi digambarkan sebagai sesuatu yang bukan hanya dianggap sebagai 'sesuatu' melainkan sebagai 'seseorang' layaknya insan yang dapat bernafas dan memiliki perasaan sehingga teknologi seakan sudah berada pada derajat yang setara dengan umat manusia. 

Reeves & Nass (dalam Monggilo, 2018) juga menuturkan bahwa bukan suatu kemustahilan bila di kehidupan kita di masa yang akan datang, interaksi antara manusia dan teknologi akan semakin melekat sampai pada titik dimana keduanya memiliki hubungan yang nyata layaknya dua individu yang bernyawa. 

Bentuk kesuksesan penyampaian pesan tersebut juga mengguncang berbagai penilaian dari kritikus atas karya dari sang sutradara, Spike Jonze, seperti dilansir dari Rotten Tommatoes ,Her(2013) berhasil mendapatkan rating 95% dari 277 ulasan dengan rata-rata rating mencapai 8,5/10 dengan banyak pujian tentang bagaimana film ini menghadirkan skenario fiksi ilmiah yang begitu menjelaskan keadaan hubungan manusia modern. Penilaian lainnya juga dapat dilihat dari Metacritic.com dimana Her (2013) mendapatkan skor 90 dari 100 berdasarkan 47 critic review based on Universal acclaim.

dokpri
dokpri

dokpri
dokpri

SCI-FI x DRAMA , Kenapa Tidak?


www.kincir.com
www.kincir.com

Selanjutnya kita akan membahas tentang genre dalam film Her (2013). Salah satu yang menonjol dari film ini adalah tentang bagaimana penggambaran masa depan yang segalanya dapat dicapai lewat teknologi super canggih.

Dari berbagai bukti adegan  secara tak langsung memberikan kita  gambaran dari genre fiksi ilmiah atau sci-fi dimana terdapat hal-hal dalam film yang berangkat dari suatu imajinasi sang pembuat film yang selanjutnya  dapat didukung oleh suatu penjelasan yang kuat, logis serta ilmiah sehingga 'imajinasi' tersebut memungkinkan untuk lahir di masa yang akan datang (Indarwaty,dkk, 2015).

Selanjutnya, Her (2013) masuk dalam kategori film bergenre drama dimana dalam penjelasannya (dalam Oktaviani & Nugroho, 2016) skenario dalam film bergendre drama kebanyakan menyertakan adegan-adegan yang merujuk pada ketidaksempurnaan karakter melewati berbagai  naik dan turun jalan hidupnya sehingga film tersebut dapat dirasakan secara nyata oleh penonton.

Sama halnya dengan apa yang digambarkan lewat film ini dimana dikisahkan Theodore yang  memiliki alur kehidupan yang dinamis dimulai dengan kisah dirinya yang bekerja di sebuah perkantoran pemroduksi surat virtual, cerita tentang adanya rasa kesepian lantaran dirinya yang berada dalam proses perceraian, sampai pada penemuan suatu motivasi dalam hidupnya lewat kehadiran Samantha si operating system (OS 1) yang berhasil membuat Theodore jatuh hati.

Lahir Dari Rajutan Fenomena

Film ini juga dapat dilihat dari berbagai paradigma, namun kita dapat melihat salah satu yang dominan yaitu penerapan paradigma fenomenologi yang ditunjukan lewat bagaimana sang tokoh utama, Theodore, lewat berbagai kejadian berusaha menyelidiki apa yang menjadi pengalaman dalam hidupnya yang banyak melewati pasang surut untuk melihat adanya persepsi, pemikiran, kemauan dan keyakinan di hidupnya. 

www.selipan.com
www.selipan.com
Theodore memperlihatkan bahwa setiap pengalaman manusia merupakan suatu ekspresi dari kesadaran atas dirinya dimana ia sadar bahwa sebenarnya pasca berpisah dengan sang istri, dirinya menjadi sosok yang kesepian dan mencoba mengeksplorasi hal-hal yang setidaknya dapat mengurangi kesepiannya tersebut.

Ada penjelasan tentang fenomena perilaku manusia yang dialami dalam suatu kesadaran (Hajaroh, 2020), contohnya adalah Theodore yang dilihat dalam film sebagai fenomena itu sendiri memutuskan untuk membeli Operating System dan kemudian selalu berpikir sampai dimana OS 1 tersebut dapat bekerja, secepat apa, dan bagaimana, sampai akhirnya menginginkan adanya suatu hubungan yang terjalin antara dirinya dengan OS tersebut (Samantha).

Dalam kaitannya dengan Box Office, dilansir dari Box Office Mojo,  Her (2013) berhasil mendapatkan $260,382 pada pembukaan domestik pertama, kemudian berhasil meraup $22,949,176 pada pemutarannya di beberapa Negara. Total pendapatan secara worldwide yang berhasil diraih sebesar $48,517,427 dengan kata lain melebihi anggaran produksinya sebesar $23,000,000. Her (2013) tayang pertama kali pada Festival Film New York. Pada awalnya, distributor domestik film, Warner Bros Picture, hanya merilis Her (2013) secara terbatas pada 18 Desember 2018 di enam bioskop saja. Namun tak lama Her kemudian melebarkan perilisannya ke lebih dari 1700 bioskop di Amerika Serikat dan Kanada pada 10 Januari 2014 (Palupi, 2019).

Theodore Mengirimkan 'Pesan Rahasia'  Lewat Roland Barthes

Dalam film kita juga dapat melihat pesan tak langsung yang berusaha disampaikan kepada penonton lewat kode-kode visual yang menggiring berbagai perspektif lewat cara pandang dari berbagai faktor. Meskipun ada beberapa fokus dalam alur ceritanya, namun salah satu yang paling menonjol adalah tentang bagaimana film ini menyorot makna kesendirian dari seorang penulis yang menjadi tokoh utama dalam film, Theodore Twombly. Hal ini dapat dianalisis memakai semiotika model Roland Barthes yang memakai konsep denotasi dan konotoasi melalui tampilan visual yang diterima indera. 

screenshoot
screenshoot
Dalam adegan tersebut denotasi yang dapat kita lihat adalah suasana pantai yang dipenuhi oleh orang-orang memakai pakaian renang atau pakaian santai. Terlihat pula Theodore yang duduk sendirian di tengah keramaian orang-orang tersebut, memakai baju formal sehingga nampak berbeda dengan yang lainnya. Arah pengambilan gambar mencakup banyak objek namun tetap fokus pada Theodore walaupun sudut pengambilannya tidak tepat di tengah sehingga terlihat ekspresi tersenyum dari Theodore sambil memandang ke arah riuh pengunjung pantai.

Konotasi yang terbentuk adalah terdapat bentuk visualisasi dari seseorang yang berusaha untuk sekedar rehat dari kesibukannya dengan berkunjung ke pantai. Hal itu ditunjukan dengan bagaimana Theodore tidak mempersiapkan baju santai malahan memakai baju formal berkerah, memakai celana kain dan sepatu tertutup layaknya pekerja kantoran. 

Dalam kunjungannya tersebut terlihat  sinematografer dari film ini hendak menunjukan makna kesendirian dari Theodore lewat sudut pengambilan gambar yang diambil secara long shot yaitu teknik penggunaan jarak diatas dan dibawah objek sehingga masih ditampilkan keseluruhan tubuh manusia dengan adanya ruang yang diperlihatkan yaitu berupa pemandangan riuh suasana pantai. 

Pengambilan gambar yang memperlihatkan banyak orang yang mengelilingi Theodore juga menambah kesan kesendirian yang dialami oleh sang tokoh utama dimana orang-orang sekitarnya terlihat menikmati pantai bersama rekannya, berbeda dengan Theodore yang hanya bisa duduk sendirian sambil ditemani suara OS-nya, Samantha, yang menjadi alasan pula dibalik ekspresi senyum di wajahnya. 

Adapun hal lain yang dapat diterjemahkan lewat adegan ini adalah bagaimana mood dan suasana dibangun lewat tone warna yang hangat antara perpaduan oranye dengan sentuhan gradasi merah muda di dalamnya. Menurut C.S Jones (dalam Lestari, 2017) perpaduan dari merah dan kuning yang membentuk adanya efek oranye pada film memberikan adanya simbol petualangan, optimisme, serta kemampuan dalam bersosialisasi. Tone oranye juga melambangkan warna ketenangan serta erat kaitannya dengan sebuah hubungan.

screenshoot
screenshoot
Makna serupa juga ditampilkan dalam potongan gambar lain dimana latar tempatnya masih pada suasana riuh pantai namun berbeda dari sudut pengambilan gambar dimana digambarkan Theodore jelas menjadi center di dalamnya. Kesendirian Theodore terlihat jelas pada adegan ini dimana nampak dirinya sedang berjalan sambil memasukan kedua tangannya ke saku celana di tengah ramainya pengunjung pantai.

Hal ini kemudian memunculkan mitos bahwa jika seseorang memasukan kedua tangan pada saku celana menurut penelitian Frontiers in Pscychology dapat membantu menenangkan diri, ada pula yang berkata bahwa hal ini menunjukan adanya sikap tidak peduli atau sedang menyembunyikan sesuatu.

screenshoot
screenshoot
Analisis semiotika lain yang dapat dilihat dari film ini adalah denotasi pada saat Theodore sedang berjalan sendirian memakai mantel berwarna merah dengan pemilihan color grading yang berbeda dengan scene sebelumnya yaitu warna biru diwarnai dengan latar belakang gedung-gedung pencakar langit serta orang-orang yang berjalan di sekitar Theodore. Konotasi yang dapat terbentuk dari potongan scene tersebut lagi-lagi berusaha menggambarkan kesendirian dari sang penulis surat virtual ini. 

Dilihat dari arah pengambilan gambar, adegan ini menggunakan jenis very long shot dimana objek terlihat 1/3 dari ketinggian frame dengan penekanan pada suasana atau lingkungan dimana objek tersebut berada (Ramadhan, 2017). 

Theodore digambarkan hidup di era manusia modern dengan gedung-gedung tinggi sebagai perwakilan atas arti tersebut. Penggunaan tone dominan biru melambangkan suatu rangsangan akan pemikiran yang jernih serta membantu menenangkan pikiran. Warna biru ini juga dikaitkan dengan kepribadian manusia yang melankolis (Lestari, 2017) layaknya Theodore di dalam film. 

Hal menarik yang terlihat adalah penggunaan warna merah oleh Theodore yang sangat terlihat mencolok dimana mitos yang dapat terbentuk dari penggunaan warna ini mengartikan suatu kehidupan seperti darah dan adanya kehangatan atau sering digambarkan sebagai api (Lestari, 2017). Terdapat beberapa penjelasan atas mitos tersebut diantaranya adalah penggambaran 'api' yang bermakna membuat seseorang tetap hangat serta melindungi dari ancaman predator namun tetap memiliki sisi negative dimana 'api' dapat juga tak terkendali dan dapat menyebabkan kematian serta kehancuran.


Daftar Pustaka

Monggilo, Z. (2018). Keintiman Komunikasi Manusia dan Komputer Dalam Film "Her". Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Indarwaty, H., Budi, S, U., Eka, S, V. (2015). Perbandingan Extraordinary Element Dalam Narasi Fantasi, Fiksi Ilmiah dan Realisme Magis. Universitas Brawijaya.

Oktaviani, D, D., Nugroho, S. (2016). Pola Karya Konvensi Pada Film Sekuel Studi Kasus Film Ada Apa Dengan Cinta 2. Institut Seni Indonesia Surakarta.

Hajaroh, M. (2020). Paradigma, Pendekatan dan Metode Penelitian Fenomenologi. Universitas Negeri Yogyakarta.

Lestari, D, F. (2017). Penerapan dan Analisis Color Grading Terhadap Tingkat Emosi Penonton Pada Film Pendek "Mahasiswa Malam (Sumpit Versi 2). Politeknik Negeri Batam.

Ramadhan, M, N. (2017). Teknik Sinematografi dalam Menyampaikan Pesan Nasionalisme Pada Program Tayangan Indonesia Bagus Edisi Maumere di NET TV. Universita Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun