[caption caption="Sumber gambar : Ciricara.com"][/caption]Beberapa waktu yang lalu, saat sedang bersih-bersih di gudang rumah orang tua, saya menemukan setumpuk majalah yang terlihat sudah lusuh. Saya ambil sebuah. Pada covernya terbaca terbit pada tahun 1990-an. Di situ terpampang pula nama majalah wanita yang cukup terkenal sampai sekarang.
Meskipun agak berdebu, saya buka-buka beberapa lembar. Pada halaman kesekian, saya menemukan rubrik konsultasi psikologi. Sekilas saya lihat, sepertinya cukup menarik. Mumpung saat itu masih pagi, saya segera membacanya.
Seorang wanita bersuami curhat pada sang pengasuh rubrik tersebut. Dia menceritakan perasaannya yang tersiksa karena problem yang sudah bertahun-tahun membelitnya. Semakin keras ia berkeinginan melepaskan diri dari masalah tersebut, semakin pula ia merasa terbenam di dalamnya.
Si wanita telah menikah dengan seorang pria yang amat mencintainya. Mereka telah dikaruniai beberapa anak. Namun dibalik itu, si wanita ternyata juga mempunyai hubungan cinta dengan adik kandungnya sendiri, seorang laki-laki yang masih bujangan. Bahkan menurut pengakuannya, anak terakhir wanita itu adalah hasil hubungannya dengan sang adik, bukan dengan suaminya.
Karena perasaan saling mencintai dengan sang adik, si wanita merasa berdosa kepada suaminya. Terkadang ia sadar bahwa apa yang dilakukannya dengan sang adik adalah sebuah kesalahan dan dosa besar karena melanggar norma-norma agama.Â
Namun ketika ia berusaha melepaskan diri dari jerat cinta terlarang itu, terasa pula baginya dorongan cintanya kepada sang adik yang tidak tertahankan. Bahkan ia mengatakan, "Kalau tidak karena Tuhan yang menggerakkan cinta yang tulus ini, tidak mungkin hal ini akan terjadi."
Saya tercekat di sini karena nama Tuhan mulai dibawa-bawa. Betapa dahsyatnya kekuatan cinta. Bahkan norma-norma agama pun diterabas. Tidak cukup sampai disitu, nama Tuhan pun akhirnya juga ikut diseret sebagai pembenar cinta berlumur dosa itu.
Di penghujung curhatnya, si wanita akhirnya meminta sang suami untuk menceraikannya karena ia tidak bisa menghentikan jalinan cintanya yang 'tulus' dengan sang adik. Disamping itu ia juga merasa tidak akan bisa mencintai suaminya. Namun sang suami tidak bersedia menceraikan si wanita, karena bagaimanapun juga ia tetap mencintainya. Â
Tidak jauh berbeda dengan si wanita di atas, ada sebagian kaum LGBT (Lesbian, Gay, Biseks dan Transgender) yang juga merasa bahwa Tuhanlah yang menggerakkan cinta yang 'tulus' pada mereka sehingga seorang pria bisa mencintai seorang pria dan seorang wanita bisa mencintai seorang wanita. Kalau tidak demikian, bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? Demikian klaim mereka
Terkait kaum LGBT, menurut saya pribadi, selain telah memadamkan cahaya fitrah mereka sebagai manusia, mereka juga telah melakukan dosa yang lebih parah dari sekedar orang yang bunuh diri. Dengan melakukan hubungan dengan sesama jenis kelamin yang tidak mungkin akan menghasilkan keturunan, berarti mereka telah memutus atau membunuh kelanjutan nasab mereka sendiri.Â
Mereka sadari atau tidak, mereka adalah pemunah umat manusia di muka bumi ini. Bayangkan saja seandainya propaganda LGBT berhasil mengubah mindset kebanyakan orang sehingga LGBT dianggap menjadi hal yang lumrah. Karena sudah dianggap wajar, bisa jadi banyak orang yang lalu tanpa malu melakukannya. Ini berarti lonceng kepunahan manusia mulai berdentang.
Kembali ke masalah klaim tadi. Kalau saya rangkumkan jadi satu, si wanita dalam majalah dan kaum LGBT mengklaim bahwa jalinan cinta mereka -- yang jelas-jelas melanggar norma agama -- digerakkan oleh Tuhan. Menurut mereka Tuhanlah yang menumbuh-suburkan cinta terlarang itu dalam hati mereka.Â
Saya menilai dalih mereka sangat kontradiktif. Pertama, kita tahu bahwa Tuhan menurunkan agama sebagai petunjuk ke arah jalan lurus yang diridhoi-Nya. Kedua, namun disisi lain, mereka menuding Tuhan telah menggerakkan perasaan mereka untuk melanggar norma agama yang telah diturunkannya tersebut.Â
Bagaimana mungkin Tuhan berlaku inkonsisten seperti itu? Maha Suci Allah dari hal-hal seperti itu. Maka jelas, klaim mereka amat lemah dan oleh karenanya secara otomatis tertolak. Mereka sendiri yang berlaku menyimpang dari norma agama yang telah digariskan Tuhan.Â
Tuhan tidak mungkin 'mendalangi' percintaan sesat yang berlumuran dosa seperti itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI