Mohon tunggu...
Arofah
Arofah Mohon Tunggu... Petani - Hanya aku

Dan aku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dilema Penilaian Daring (Bagian I)

16 Oktober 2020   10:30 Diperbarui: 16 Oktober 2020   10:53 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dilema Penilaian Daring

Oleh: Arofah

Setiap pagi, seorang guru berangkat ke sekolah dengan berseragam rapi, lengkap denagn sepatu fantovel ala-ala pegawai kantoran. Berangkat penuh semangat dan senyum sumringah.

Sesampainya di halaman sekolah tak ada suara ribut dari murid-murid. Suasana sangat lengang, hanya ada beberapa teman sejawat, yang sama-sama tampak mencari suara riuh bocah-bocah.

Ya! Sekarang sedang musim pandemi, COVID19. Sudah beberapa bulan sekolah dilaksanakan dengan metode daring atau sekolah jarak jauh. Dengan memanfaatkan kecanggihan media elektronik, atau yang sering disebut dengan handphone.

Guru memberikan pembelajaran dan tugas melalui beberapa cara, ada yang melalui sosmed, atau beberapa layanan Google class room. Hal ini, sontak menjadikan guru seperti artis sosmed. Bagaimana tidak, karena setiap hari harus membuat video pembelajaran untuk dikirim ke peserta didik.

Pandemi ini, telah merubah tatanan kehidupan masyarakat. Bahkan dunia pendidikan pun mendapat imbas yang luar biasa. Semua kegiatan dilakukan dengan memanfaatkan hand phone.

Ini merupakan hal baru, yang megharuskan seorang guru terus belajar dan terus belajar, agar bisa menyampaikan materi dengan maksimal, tidak memberatkan siswa dan membuat kemudahan untuk siswa belajar secara mandiri atau pun didampingi oleh orang tua.

Dalam pelaksanaannya, pembelajaran daring juga mempunyai kelemahan pada saat penilaian. Seorang guru, hanya bisa melihat hasil pekerjaan siswa yang dikirim. Tanpa bisa mengetahui proses dan cara siswa mengerjakan tugas.  Tentu ini penilain menjadi tidak fair.

Pada prakteknya (khususnya pada tingkat Sekolah Dasar), yang notabane-nya masih usia anak-anak, dan sangat butuh bimbingan orang dewasa, terkadang orang tua kurang sabar saat melakukan bimbingan, atau tidak punya  banyak waktu untuk melakukan pendampingan kepada putra-putrinya, sehingga menempuh jalan pintas dengan mengambil alih tugas putra-putrinya, dengan mengerjakannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun