PendahuluanKasus Genie Wiley adalah salah satu studi kasus paling tragis dan signifikan dalam sejarah psikologi, khususnya bagi bidang Psikolinguistik dan ilmu kognitif. Genie, nama samaran yang diberikan untuk melindungi identitasnya, ditemukan pada tahun 1970 di Arcadia, California, pada usia 13 tahun. Ia telah diisolasi secara ekstrem dan mengalami perlakuan kejam sepanjang hidupnya, dipaksa hidup di kamar kecil, diikat ke kursi toilet atau dimasukkan ke dalam tempat tidur bayi yang tertutup. Akibat isolasi ini, Genie tidak pernah mendengar atau mempelajari bahasa dalam kurun waktu yang krusial bagi perkembangan manusia. Kasusnya memberikan bukti empiris yang penting, meskipun menyakitkan, terhadap Hipotesis Masa Kritis (Critical Period Hypothesis) dalam pemerolehan bahasa.
Latar Belakang Klinis dan Historis
Kondisi Sosial dan Kognitif saat Ditemukan
Ketika ditemukan, Genie menunjukkan keterlambatan perkembangan yang parah. Ia memiliki keterbatasan mobilitas, berjalan dengan gerakan "kelinci," dan memiliki perilaku sosial yang sangat terbatas. Yang paling mencolok, Genie tidak memiliki kemampuan berbahasa. Ia hanya bisa mengucapkan beberapa kata dan frasa. Bahasa yang ia dengar atau gunakan adalah nol, sehingga ia datang ke dunia luar sebagai tabula rasa linguistik setelah melewati masa-masa emas pemerolehan bahasa.
Usaha Intervensi dan Pemerolehan Bahasa
Setelah diselamatkan, Genie menjadi subjek studi intensif oleh tim peneliti, termasuk ahli bahasa Susan Curtiss dan psikolog James Kent. Tujuan utama penelitian adalah melihat sejauh mana Genie bisa mempelajari bahasa setelah masa kritisnya berakhir.
Genie menunjukkan kemampuan luar biasa dalam mempelajari kosakata (leksikon) baru. Ia dapat mengumpulkan ribuan kata dan menunjukkan pemahaman yang baik terhadap percakapan. Namun, masalah mendasar muncul dalam aspek:
Sintaksis (Tata Bahasa): Ia kesulitan menyusun kalimat lengkap dan tata bahasa yang benar. Kalimatnya cenderung berbentuk telefragrafik (hanya kata kunci), misalnya, "Ayah pukul kaki Genie," alih-alih "Ayah memukul kaki Genie." Ia tidak pernah secara konsisten menguasai aturan tata bahasa yang kompleks, penggunaan kata fungsi (seperti di, ke, yang), dan morfologi (imbuhan).
Morfologi: Ia tidak menggunakan dan memahami sistem imbuhan secara produktif, seperti penanda jamak, past tense (masa lampau), atau present tense (masa kini).
Hipotesis Kognitif dan Psikolinguistik
Kasus Genie menjadi pusat perdebatan Hipotesis Masa Kritis dan teori-teori kognitif yang mendasarinya.
1. Hipotesis Masa Kritis (Critical Period Hypothesis - CPH)
Hipotesis ini, yang dipopulerkan oleh ahli bahasa Eric Lenneberg (1967), menyatakan bahwa pemerolehan bahasa (terutama sintaksis) harus terjadi selama periode biologis tertentu yang berakhir di masa pubertas (sekitar usia 12-14 tahun). Setelah periode ini, otak kehilangan plastisitasnya untuk mengakuisisi bahasa secara alami dan sempurna.
Analisis pada Kasus Genie:
Mendukung CPH: Kegagalan Genie untuk menguasai sintaksis dan morfologi meskipun memiliki IQ non-verbal yang cukup tinggi dan paparan bahasa setelah masa pubertas secara kuat mendukung CPH. Otaknya tampaknya telah "mengunci" kemampuan pemerolehan gramatikal.
Membantah CPH secara Parsial: Kemampuan Genie yang sukses dalam mempelajari leksikon (kosakata) menunjukkan bahwa akuisisi beberapa komponen bahasa mungkin tidak sepenuhnya terikat oleh masa kritis, atau masa kritis untuk leksikon lebih panjang daripada sintaksis.
2. Lateralisasi Otak dan Spesialisasi Belahan Otak
Menurut Lenneberg, masa kritis berakhir ketika terjadi lateralitas hemisfer, di mana fungsi bahasa (untuk sebagian besar orang) menjadi terspesialisasi di Belahan Otak Kiri (Left Hemisphere).
Analisis pada Kasus Genie:
Penelitian menunjukkan bahwa Genie mungkin memproses bahasa terutama di Belahan Otak Kanan (Right Hemisphere)---belahan yang biasanya dominan untuk fungsi non-verbal, emosi, dan spasial---berbeda dengan orang normal yang dominan di Belahan Kiri. Hal ini dihipotesiskan sebagai mekanisme adaptasi atau kegagalan lateralitas normal akibat kurangnya stimulasi linguistik pada usia dini. Pemrosesan di Belahan Kanan ini mungkin menjelaskan:
Kekuatan Non-Verbal: Kemampuannya yang baik dalam tugas-tugas spasial dan non-verbal.
Kelemahan Sintaksis: Ketidakmampuan Belahan Kanan untuk secara efisien memproses urutan dan aturan gramatikal yang kompleks, yang merupakan fungsi khas Belahan Kiri.
3. Hipotesis Neurologis (Hipotesis Broca dan Wernicke)
Kerusakan atau kurangnya stimulasi pada Area Broca (terkait produksi ucapan dan tata bahasa) dan Area Wernicke (terkait pemahaman) pada masa perkembangan dapat memengaruhi kemampuan berbahasa.
Analisis pada Kasus Genie:
Meskipun tidak ada kerusakan fisik, kurangnya stimulasi pada tahun-tahun formatif mungkin menyebabkan Area Broca gagal matang atau terspesialisasi untuk fungsi sintaksis. Hal ini terlihat dari produksi ucapannya yang agramatis (tanpa tata bahasa), mirip dengan pasien yang mengalami Afasia Broca (
Shutterstock
). Ia kesulitan mengubah konsep mentalnya menjadi struktur kalimat yang benar.
Kesimpulan dan Implikasi Psikolinguistik
Kasus Genie Wiley menyoroti interaksi yang kompleks antara faktor biologis (otak dan usia) dan faktor lingkungan (paparan bahasa) dalam pemerolehan bahasa.
Implikasi utama bagi Psikolinguistik adalah:
Dukungan Kuat untuk CPH (Komponen Sintaksis): Akuisisi tata bahasa tampaknya memiliki jendela waktu biologis yang sempit.
Dekomposisi Bahasa: Berbagai komponen bahasa (leksikon vs. sintaksis) mungkin memiliki masa kritis yang berbeda atau dikendalikan oleh mekanisme kognitif dan neurologis yang berbeda.
Ketergantungan Stimulasi Dini: Bahasa bukan sekadar pembelajaran, melainkan proses maturasi yang memerlukan stimulasi lingkungan yang kaya pada periode waktu yang tepat untuk mengaktifkan sirkuit neural tertentu.
Meskipun tragis, studi tentang Genie memberikan wawasan kritis mengenai sifat bawaan (nativis) dan sifat terpelajari (empiris) dari bahasa, menjadikannya kasus fundamental untuk pemahaman kita tentang bagaimana otak manusia diprogram untuk berbahasa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI