Di tengah derasnya arus globalisasi dan perkembangan teknologi, dunia pendidikan Islam dihadapkan pada tantangan yang tidak ringan. Tidak cukup hanya mencetak generasi yang cerdas secara intelektual, lembaga pendidikan kini dituntut untuk membentuk insan yang kuat secara karakter dan spiritualitas. Salah satu strategi yang semakin mendapatkan perhatian adalah penguatan program tahfidzul Qur’an atau hafalan Al-Qur’an.
Sebuah penelitian menarik dilakukan oleh Ana Anisa (2025) di MTs Pondok Pesantren Tahfidz Al-Qur’an (PPTQ) Assalaam Bandung, yang secara mendalam menganalisis implementasi pengembangan program tahfidz dalam meningkatkan mutu hafalan Al-Qur’an. Penelitian ini tidak hanya relevan, tetapi juga menjadi cerminan kebutuhan mendesak akan pembaruan sistem pembelajaran tahfidz yang lebih holistik dan kontekstual.
Tiga Pilar Pengembangan: Dari Perencanaan hingga Evaluasi
Penelitian ini menyoroti tiga aspek utama dalam pengembangan program tahfidz: penilaian kebutuhan (need assessment), pelaksanaan program, dan evaluasi program. Ketiganya menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam menjamin keberhasilan program tahfidz.
Penilaian Kebutuhan: Pemetaan Awal yang Kritis
Tahapan ini menjadi fondasi utama dengan melakukan pemetaan kemampuan awal peserta didik dalam membaca dan menghafal Al-Qur’an. Berdasarkan hasil pemetaan tersebut, santri dikelompokkan dan diberikan metode yang sesuai, salah satunya adalah metode Yanbu’a, yang telah terbukti efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca dan menghafal Al-Qur’an.
Pelaksanaan Program: Kombinasi Tradisional dan Inovatif
Program tahfidz dijalankan secara bertahap dan adaptif, menggabungkan metode pembelajaran klasik seperti talaqqi dan tikrar, serta menyusun jadwal hafalan yang individual. Walaupun menghadapi tantangan seperti keterbatasan waktu, jumlah guru, dan fasilitas, pendekatan diferensiasi pembelajaran tetap diutamakan agar setiap peserta didik mendapatkan perhatian yang sesuai dengan kemampuannya.
Evaluasi Program: Alat Ukur Mutu dan Perbaikan Berkelanjutan
Evaluasi dilakukan secara berkala, mulai dari evaluasi harian, mingguan, hingga semesteran, dengan fokus pada kualitas hafalan, ketepatan tajwid, dan kontinuitas hafalan. Evaluasi ini berperan sebagai alat ukur capaian sekaligus dasar dalam pengambilan keputusan untuk perbaikan program.
Kontribusi Nyata bagi Pendidikan Islam
Penelitian ini memberikan kontribusi penting bagi pengembangan pendidikan Islam, terutama dalam konteks pesantren. Secara teoretis, penelitian ini menegaskan bahwa program tahfidz perlu disesuaikan dengan karakteristik peserta didik, bukan menggunakan pendekatan satu model untuk semua. Sementara secara praktis, keberhasilan program tahfidz sangat bergantung pada perencanaan matang, pelaksanaan yang adaptif, serta evaluasi yang sistematis dan berkelanjutan.
Metode Yanbu’a yang diterapkan, serta fleksibilitas dalam penyusunan jadwal hafalan, menjadi contoh bagaimana inovasi dapat selaras dengan nilai-nilai tradisional pesantren. Temuan ini juga menjadi bahan pertimbangan penting bagi para pembuat kebijakan, agar dapat merancang regulasi yang mendukung penguatan program tahfidz, terutama dalam hal ketersediaan tenaga pengajar berkualitas dan peningkatan sarana prasarana.
Penutup: Menjaga Warisan, Membangun Peradaban
Hafalan Al-Qur’an bukan sekadar tradisi, melainkan warisan spiritual yang perlu dijaga dan ditumbuhkembangkan. Melalui pendekatan yang sistematis dan responsif terhadap kebutuhan peserta didik, seperti yang dilakukan di MTs PPTQ Assalaam Bandung, program tahfidz dapat menjadi instrumen strategis dalam membentuk generasi Qur’ani yang unggul di era modern.
Sudah saatnya pendidikan Islam tidak hanya mempertahankan nilai, tetapi juga melakukan inovasi yang bermakna. Program tahfidz adalah salah satu jawabannya — saat dirancang dengan baik, ia bukan hanya mencetak penghafal Al-Qur’an, tetapi juga pribadi yang tangguh secara spiritual, emosional, dan intelektual.
__________________________