Mohon tunggu...
Sosbud

Cerita Si Tulang Punggung Kemiskinan (PKH)

2 Maret 2019   22:58 Diperbarui: 3 Maret 2019   00:20 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia, sudah menjadi keharusan bagi pemerintah kita untuk memutar otak sedemikian keras. Jumlah penduduk yang totalnya mencapai dua ratus juta jiwa lebih tersebut, hampir kesemuanya menuntut yang namanya ingin disejahterakan. Lebih-lebih dengan hal yang menyangkut tatanan ekonomi keluarga.

Sebagai negara yang masih dalam taraf  perkembangan, hingga kini kenyataannya Indonesia masih belum mampu untuk menyelesaikan segala bentuk persoalan yang ada. Terutama hal yang menyangkut keriskanan seperti angka putus sekolah dan kemiskinan. Tercatat hingga tahun lalu, masing-masing angka tersebut masih berada di tingkat yang lumayan tinggi.

Meskipun dikatakan mengalami penurunan di tahun 2018 sebesar 633,2 ribu jiwa dari tahun sebelumnya sebesar 26,58 juta jiwa pada September 2017.  Badan Pusat Statistik sendiri mencatat, terhitung hingga Maret 2018 tingkat kemiskinan di Indonesia masih menyentuh angka yang cukup fantastis. Ada sebanyak 25,95 juta jiwa masyarakat kita masih dikategorikan sebagai penduduk miskin yang membutuhkan penanganan serius.

Sebagai pihak yang paling bertanggungjawab terhadap situasi ini. Tentunya pemerintah kita tidak tinggal diam begitu saja. Berbagai macam cara mulai dari menangani permasalahan sosial, pemerintah yang konsentrasi dengan kawasan 3T, hingga meluncurkan program berbasis keluarga sejahtera seperti PKH yang dieluh-eluhkan bisa menjadi tulang punggung dalam mengatasi kemiskinan nasional.  Kesemuanya diharapkan bisa menjadi alat yang membantu pemerintah dalam menangani problematika yang ada.

Salah satu program yang katanya bisa menjadi cara efektif dalam mengatasi kemiskinan tak lain adalah Program Keluarga Harapan (PKH). Program yang yang diluncurkan sejak tahun 2007 itu diklaim menjadi salah satu sebab menurunnya grafik kemiskinan nasional tahun lalu. 

Tapi sebagus apapun yang namanya program, tentu terdapat celah kekurangan yang perlu mendapatkan porsi perbaikan. Agar ketercapaian dari tujuan yang telah direncanakan sebelumnya, bisa memperoleh hasil dengan semaksimal mungkin. 

Pertanyaannya, apakah Program Keluarga Harapan pada akhirnya bisa mensejahterakan?

Sedangkan sejahtera sendiri memiliki arti sebuah keadaan yang baik, dimana seseorang bisa hidup dengan makmur dan memperoleh kedamaian. Sejauh ini PKH memang membantu secara finansial, tapi untuk memperoleh makna sejahtera dengan sesungguhnya. PKH sepertinya belum mampu untuk menjawab tantangan tersebut.

Pasalnya, dengan model bantuan yang diberikan dalam bentuk nominal uang. Program ini masih belum cukup untuk dijadikan sebagai alat pengentas kemiskinan yang diprioritaskan. Sebab yang dibutuhkan masyarakat saat ini tidak hanya sebatas materi, tapi juga bantuan berupa pemberdayaan diri agar tidak selalu menjadi masyarakat yang cengeng.

 

Program Keluarga Harapan dan Uang Saku

Sistem pemberian bantuan dalam nominal uang ini, bisa diumpamakan layaknya orang tua yang sedang memberikan uang saku kepada anaknya. Mengapa?

Dengan diberlakukannya sistem berpola, masyarakat nantinya akan menerima bantuan sebanyak empat kali dalam kurun waktu satu tahun. Untuk waktu penerimaannya, mulai tahun 2019 pemerintah sendiri melakukan percepatan dengan melaksanakannya pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. 

Mengenai besaran yang diterima, pemerintah menyesuaikan dengan kategori yang sudah di tetapkan. Dimana pada tahun ini juga pemerintah telah menetapkan jumlah bantuan berada dalam kisaran nominal antara Rp 550.000,- sampai Rp 2.400.000,- untuk per tahunnya. Pemberiaan ini disesuaikan  dengan kategori masyarakat penerima yang sudah ditetapkan sebelumnya. 

Nominal tersebut bisa dikatakan lumayan, terlebih bagi masyarakat yang memang memiliki penghasilan tak menentu atau bahkan bisa dikatakan kurang. Uang PKH bisa dijadikannya sebagai penyokong sementara dalam perjalanan menyambung hidup. 

Adanya bantuan ini, pemerintah memang dinilai bisa membantu dalam mengurangi beban yang diderita masyarakat. Tapi seperti yang sudah dikatakan, jika program ini belum sepenuhnya membantu dan masih bersifat sementara.  Diperlukan yang namanya pengawasan secara berkala. Mulai dari orang yang bertugas mencatat dan membagikan. Hingga kepada mereka yang benar-benar berhak menerima. Gunanya tak lain agar panah yang dilepaskan membidik dengan tepat.

Mengingat masih banyak diantara masyarakat kita yang tidak mempergunakan uang bantuan dengan sebagaimana mestinya. Kebiasaan buruk jika dibiarkan berlarut, maka akan membuat membusuk dengan cepat. Bukannya sebagai media mensejahterakan, nantinya PKH hanya dijadikan sebagai alat pemuas keinginan oleh mereka yang tak pernah merasa terpuaskan.

Bukan Hanya Memberi, Tapi Pastikan Tepat Sasaran

Seperti yang kita ketahui, jika pemerintah mengeluarkan Program Keluarga Harapan tak lain bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat kurang mampu. Masyarakat yang antara jumlah pendapatan dengan pengeluaran masih tidak sebanding. Tidak hanya itu, PKH juga diperuntukan untuk menunjang pendidikan juga bagi mereka kaum disabilitas.

Sepertinya, kepura-puraan yang dilakukan masyarakat kita bisa dibilang bukan lagi menjadi kerahasiaan. Banyak dari masyarakat yang begitu gesit dengan segera mengenakan topeng ketika mendengar adanya bantuan dari pemerintah. Mereka yang sebenarnya mampu, memasang wajah semelas mungkin untuk menutupi kesanggupannya. Alhasil, tanpa adanya pengecekan dengan teliti. Mereka yang sejatinya berhak, terpaksa menggigit jari. Ini terjadi tak lain karena hak mereka telah dirampas oleh orang yang sebenarnya tak pantas menerima. 

Pemerintah sudah seharusnya memberikan porsi lebih untuk sebuah ketelitian. Tidak hanya sebatas memberi untuk mendapatkan predikat pemerintah yang perhatian kepada rakyatnya. 

Tapi diperlukan juga yang namanya pengawasan, pengecekan, serta  pendampingan. Agar kesejahteraan yang diinginkan bisa terwujud tanpa harus mengesampingkan pihak tertentu yang juga berhak untuk diperhatikan. Sebab kesejahteraan sejatinya, bagaimana pemerintah bisa memberlakukan secara mereta dan tidak tebang pilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun