Mohon tunggu...
amyra nayla azzahra
amyra nayla azzahra Mohon Tunggu... Human Resources - Mahasiswa

Student of Aquaqulture Major at Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemerataan Transportasi Umum Berbasis Rel di Indonesia

22 Agustus 2023   06:06 Diperbarui: 22 Agustus 2023   07:16 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemerataan Transportasi Umum Berbasis Rel di Indonesia untuk Mengurangi Polusi dan Kemacetan (SDG 11)

Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan menjadi landasan penting bagi pembangunan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Salah satu tujuan yang diusung adalah SDG 11, yaitu "Membangun perkotaan inklusif, aman, tahan bencana, dan berkelanjutan." Dalam konteks ini, pemerataan transportasi umum berbasis rel menjadi solusi yang kontroversial namun potensial untuk mengurangi polusi serta kemacetan di Indonesia. Namun, perdebatan seputar efektivitas, biaya, dan dampak lingkungan terus mengiringi rencana implementasi ini. Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, menghadapi tantangan besar dalam mengelola mobilitas penduduk dan barang. Kemacetan yang melibatkan kendaraan pribadi telah menjadi masalah kronis di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Polusi udara dan kontribusinya terhadap perubahan iklim semakin mendesak untuk diatasi. Pemerataan transportasi umum berbasis rel dianggap oleh banyak pihak sebagai alternatif yang mampu mereduksi dampak negatif ini.

Namun, di balik potensi positifnya, terdapat argumen kontra terhadap implementasi rencana ini. Pertama-tama, biaya infrastruktur relatif tinggi dibandingkan dengan metode transportasi umum lainnya seperti bus atau angkutan umum berbasis jalan. Dana yang diperlukan untuk membangun dan memelihara sistem transportasi rel dapat mencapai angka yang signifikan. Menurut (Kadarisman et al., 2016) menunjukkan bahwa implementasi transportasi berbasis rel memerlukan investasi yang besar dalam pembangunan jalur, stasiun, dan sarana pendukungnya. Ini bisa saja mengalihkan anggaran dari sektor-sektor penting lainnya seperti ekonomi dipihak usaha .

Kedua, tantangan regulasi dan perencanaan tata ruang juga dapat menjadi hambatan. Proses perizinan dan pembelian lahan untuk pembangunan jalur rel seringkali memerlukan waktu yang lama dan kompleks. Koordinasi antara berbagai pihak terlibat seperti pemerintah daerah, operator transportasi, dan masyarakat lokal juga sering kali rumit. Jika tidak dielaborasi dengan baik, perencanaan yang kurang matang dapat menyebabkan masalah jangka panjang seperti ketidaksesuaian dengan perkembangan kota yang cepat. Lebih jauh, argumen kontra juga mengangkat isu dampak lingkungan. Meskipun transportasi berbasis rel lebih ramah lingkungan daripada kendaraan bermotor, proyek-proyek besar seperti ini juga dapat memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Pembangunan infrastruktur dapat mengakibatkan deforestasi, pemindahan penduduk, dan perubahan tata guna lahan yang merugikan ekosistem alami. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk memperhatikan aspek lingkungan dan melibatkan ahli ekologi dalam proses perencanaan.

Ketiga, perencanaan yang matang dan keterlibatan aktif dari berbagai pihak dapat mengatasi kendala birokrasi dan regulasi. Proses partisipatif dengan melibatkan masyarakat lokal dan pemangku kepentingan dapat membantu mengidentifikasi masalah yang mungkin timbul sejak awal, sehingga dapat dicari solusi yang lebih baik. Menurut (Tamin, 2017) memberikan pendapat bahwa keterbatasan Jangkauan dan Aksesibilitas meskipun transportasi berbasis rel dapat memberikan solusi bagi sebagian besar masyarakat, tidak semua area dan lapisan masyarakat dapat dijangkau oleh sistem ini. Terutama di daerah pedesaan atau pinggiran kota yang jauh dari jalur rel, aksesibilitas masih menjadi masalah yang perlu diperhatikan. Ini bisa mengakibatkan ketidakmerataan dalam pelayanan transportasi, mengabaikan kebutuhan mobilitas masyarakat di luar jalur rel.

Kesimpulan 

Dalam menghadapi argumen kontra terhadap pemerataan transportasi umum berbasis rel di Indonesia, penting untuk menjaga keseimbangan antara tujuan pembangunan berkelanjutan dan kepentingan masyarakat. Perdebatan ini seharusnya tidak hanya didasarkan pada biaya dan manfaat ekonomi semata, tetapi juga harus memperhitungkan dampak sosial, lingkungan, dan jangka panjang dari kebijakan ini. Dengan pendekatan yang berfokus pada partisipasi, transparansi, dan kajian yang mendalam, pemerataan transportasi umum berbasis rel dapat diimplementasikan dengan lebih bijak, berkontribusi pada upaya mengurangi polusi serta kemacetan, sambil tetap memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang diusung oleh SDG 11.

Amyra Nayla Azzahra

146231071

Fakultas Perikanan dan Kelautan

Akuakultur 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun