Mohon tunggu...
Amrin Pandiangan
Amrin Pandiangan Mohon Tunggu... Jurnalis - Magister Sosiologi

Mahasiswa Pasca Sarjana Magister Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang Pemerhati Sosial, Budaya, Pendidikan, Politik Socio Therapist Public Speaker

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Benturan Kesadaran Berpikir Era Kegelapan dan Sepercik Pemikiran Sosial Saat ini

9 Desember 2021   14:52 Diperbarui: 9 Desember 2021   14:58 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber:  bsuphilosophyconfe.wixsite.com

Zaman kegelapan abad pertengahan atau sering disebut juga dengan The Dark Age, merupakan salah satu masa dimana pola pemikiran dibatasi. Pada masa ini kehidupan manusia difokuskan kepada risalah kehidupan yang berlandaskan teologia ataupun yang berkonsepkan ketuhanan. Jelas sudah pada zaman kegelapan tidak ada kebebasan berpikir yang sebagaimana pernah ada seperti zaman Yunani dan Romawi kuno atau bahkan kebebasan berpikir seperti saat ini yang menjadi pemicu adanya tekhnologi yang maju serta banyaknya penemuan-penemuan baru.

Di abad pertengahan doktrinitas akan sebuah sistem kepercayaan yang diharuskan serta dipaksakan oleh kaum-kaum gerejawi pada saat itu. Kefanatikan akan konsep ketuhanan yang dibawa memberi pengaruh besar kedalam cara berpikir masyarakat. Bahkan dalam buku Encyclopedia Britannica menjelaskan di saat zaman kegelapan, segala keputusan pemerintah dan hukum negara tidak diambil berdasarkan demokrasi di parlemen seperti ketika zaman Kekaisaran Romawi. Keputusan tersebut diambil oleh majelis dewan gereja. Tidak setiap individu berhak berpendapat karena pada zaman itu yang berhak mengeluarkan pendapat-keputusan adalah para ahli agama Katolik.

Filsafat yang bersifat theologis

Perkembangan ilmu filsafat pun pada abad pertengahan lebih beraromakan theoligius, dimana esensi kehidupan dari setiap aktivitas manusia berpusat kepada ketuhanan. Pola pikir scholastic (ketuhanan) banyak diajarkan dari sekolah-sekolah yang didirikan oleh kaum gereja. Sehingga fokus utama manusia hanya membahas tentang kehidupan yang bersyaratkan surgawi. Hal tersebut dibuktikan dari salah seorang filsuf ternama masa abad pertengahan yakni Plotinus. Plotinus menganggap sains lebih rendah dari metafisika, metafisika lebih rendah dari pada keimanan. Surga lebih berarti dari pada bumi, sebab surga itu tempat peristirahatan jiwa yang mulia.

sumber: mojokstore.com 
sumber: mojokstore.com 
Terdapat 3 aspek yang dijabarkan oleh Plotinus, The One (Yang Esa), The Mind (Nous) dan The Soul. Ketiga hal tersebut menjadi landasan berpikir sekaligus menjadi standart legitimasi gereja untuk menyampaikan kepada setiap masyarakat agar hidup dalam iman kerohanian guna mencapai surga. 

Di era yang berbeda dalam buku Frederick Copleston mengenai Filsafat Agustinus,  Filsafat yang dikembangkan Agustinus secara essensial adalah filsafat pengalaman keagamaan dan merupakan sumber bagi mistisisme dan etika barat. Menurut Agustinus penciptaan adalah suatu creatio ex-nihilo, penciptaan keluar dari pada "yang tidak ada". Menurut Agustinus penciptaan adalah suatu creatio ex nihilo, penciptaan keluar dari pada "yang tidak ada". Dasar penciptaan ini adalah akal dan hikmat Tuhan. Di dalam akal Tuhan terdapat gagasan-gagasan atau ide-ideNya. Dunia diciptakan sesuai dengan ide-ide tersebut dan proses penciptaan yang terjadi dilaksanakan dengan perantaraan logos. Dalam hal ini, penjabaran ilmu pengetahuan yang ada itu ditekan melalui suatu proses penciptaan oleh Tuhan.

Abad pertengahan yang berjalan dengan kajian theologis pun menimbulkan sebuah fenomena sosial yang terjadi di masyarakat, dimana kekuasaan dan dominasi gereja menjadi hal tertinggi. Demokrasi yang berlangsung pun bukanlah sebuah demokrasi nyata seperti yang diterapkan ketika masa Yunani dan Romawi kuno. Bahkan bukan seperti saat ini dimana adanya rasional choice dalam memilih seorang pemimpin seperti yang dijelaskan oleh Max Webber dalam tipe kepemimpinan yakni Tradisional, Kharismatik, Legal Rasional. 

Berdasarkan kajian sosiologi fenomena yang terjadi dapat dilihat:

  1. Masyarakat hanya mengutamakan hal-hal yang bersifat kerohanian.
  2. Peran Gereja semakin kuat
  3. Terciptanya sistem feodal yang tinggi

Begitu dominannya gereja sehingga membuat sebuah kebijakan mengenai cara menghapus dosa. Gereja secara langsung mendeklarasikan sebuah surat untuk penghapusan dosa yang dikenal dalam sejarah bernama Indulgence.

Jika kita merujuk pada kajian sosial, maka dalam hal ini kita dapat memakai analisis dari Max Weber mengenai lapisan sosial yang terbentuk di masyarakat. Dimana pada zaman kegelapan ini terdapat hirarkis menurut dimensi kekuasaan, previlage dan prestise. Yang mana lapisan ini terdiri dari golongan pendeta, golongan bangsawan/feodal, rakyat jelata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun