Lihat ke Halaman Asli

Moh Wahyu Syafiul Mubarok

Part time writer, full time dreamer

AI dan Bioekonomi untuk Hutan Indonesia

Diperbarui: 28 Maret 2025   14:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Generated by Dall-E

Keanekaragaman hayati Indonesia adalah aset berharga, namun tekanan ekonomi sering kali mendorong deforestasi dan degradasi lahan daripada konservasi.

Selama ini, pelestarian hutan dianggap sebagai pengorbanan ekonomi: membiarkan hutan tetap utuh atau mengeksploitasi untuk pertanian, kayu, dan pertambangan. Namun, kemajuan dalam instrumen keuangan berbasis akal imitasi (AI) menawarkan peluang baru untuk memonetisasi alam tanpa menebang pohon.

Indonesia telah menetapkan target ambisius, seperti Net Zero Emissions 2060 dan program perlindungan hutam dalam Perjanjian Paris. Namun, tantangan terbesar adalah pendanaannya. Diperkirakan, Indonesia membutuhkan $200 miliar per tahun unutk proyek iklim, tetapi hingga kini pendanaan masih jauh dari cukup.

Ketergantungan pada pinjaman luar negeri, dana iklim, dan obligasi hijau berisiko menciptakan beban utang jangka panjang. Seperti yang terlihat pada skema Just Energy Transition Partnership (JETP), meskipun Indonesia mengamankan pendanaan iklim senilai $20 miliar, sebagian besar berbentuk pinjaman, bukan hibah.

Pendekatan yang lebih berkelanjutan diperlukan, yang mampu menghasilkan pendapatan tanpa mengorbankan hutan atau menambah utang. Inilah peran AI dalam keuangan konservasi.

Bioekonomi: Solusi atau Sekadar Label Hijau?

Dorongan Indonesia untuk membangun bioekonomi semakin menguat, terutama dengan dimasukkannya konsep ini dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.

Bioekonomi diharapkan dapat menjembatani inovasi, keberlanjutan, dan kesejahteraan ekonomi. Namun, implementasinya masih belum jelas. Apakah ini akan menjadi alat keberlanjutan sejati, atau hanya bentuk baru eksploitasi dengan label hijau?

Bappenas mendifinisikan bioekonomi sebagai transformasi yang meningkatkan nilai tambah, menerapkan teknologi canggih, dan meningatkan kesejahteraan. Namun, pengalaman dari negara lain menunjukkan bahwa biekonomi sering kali berujung pada eksploitasi biomassa yang berkelanjutan tanpa manfaat nyata bagi konservasi.

Jika Indonesia ingin menerapkan bioekonomi yang benar-benar melindungi hutan, integrasi instrument keuangan berbasis AI dapat menciptakan model pendanaan yang transparan, efisien, dan berkelanjutan. Gambar 1 menunjukkan proyeksi pembiayaan konservasi Indonesia melalui AI tanpa utang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline