Lihat ke Halaman Asli

Uthiya Alifia Nurul Fatichah

Mahasiswa Universitas Airlangga

Menyaksikan Sawung Dance Festival 2025 di Gedung Cak Durasim

Diperbarui: 21 September 2025   17:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penampilan Pembuka Sawung Dance Festival 

Jumat malam (19/9), saya berkesempatan menyaksikan Sawung Dance Festival 2025 di Gedung Cak Durasim, Surabaya. Festival ini rutin digelar dua tahun sekali, dan tahun ini kembali menghadirkan beragam penampilan tari kontemporer dengan nuansa budaya yang begitu kental.

Acara dibuka oleh Sawung Dance School. Saya cukup terkesan karena penampilnya berasal dari berbagai usia, mulai dari anak-anak kecil hingga remaja. Mereka menari dengan ekspresi ceria, penuh energi, dan berhasil menciptakan suasana hangat. Momen yang paling berkesan adalah ketika para penari itu turun dari panggung dan membagikan bunga kepada penonton, membuat suasana menjadi lebih dekat dan akrab.

Penampilan Pembuka dari Sawung Dance School

Pertunjukan kemudian dilanjutkan dengan karya “Cokotan” garapan Adam Mustofa. Tarian ini terinspirasi dari kesenian tradisional asal kampung halamannya, yaitu Reog Ponorogo. Perpaduan gerak tradisi dengan gaya kontemporer membuat tarian ini terasa begitu segar sekaligus sarat makna, seolah menghadirkan nuansa desa ke tengah panggung modern.

Penampilan Koreografi “Cokotan” oleh Adam Mustofa

Setelah itu, tampil karya “Bintang Jauh” ciptaan Angga I Tirta Agung yang ditampilkan bersama Errina Apriliyani. Tarian ini lahir dari kenangan masa kecil sang koreografer saat bermain dengan mainan sederhana yang dilempar ke udara menggunakan karet. Mainan itu biasanya dihiasi lampu kecil berwarna-warni sehingga ketika melayang dan jatuh tampak seperti bintang yang berjatuhan di langit malam. Inspirasi itu diwujudkan dalam gerakan tari yang lembut, reflektif, dan penuh imajinasi, membuat penonton seakan ikut larut dalam nostalgia permainan masa kecil.

Penampilan Koreografi “Bintang Jatuh” oleh Angga I Tirta Agung dan Errina Apriliyani 

Sebenarnya, festival ini ditutup dengan  “Lecture Performance” oleh Ibu Hartati. Namun, karena waktu sudah cukup larut dan rasa lelah mulai terasa, saya tidak sempat menyaksikan pertunjukan terakhir tersebut secara langsung. Meski begitu, pengalaman mengikuti sebagian besar rangkaian acara sudah memberi kesan mendalam bagi saya sebagai penonton.

Bagi saya, Sawung Dance Festival bukan hanya tontonan, tetapi juga ruang belajar budaya dan refleksi seni. Pertemuan antara penari muda, koreografer, dan penonton menciptakan suasana kebersamaan yang hangat. Tidak heran bila festival ini selalu ditunggu-tunggu setiap dua tahun sekali.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline