Lihat ke Halaman Asli

Tri Agustina Saputri

Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Andalas

Europian Union Deforestation- Free Regulation (EUDR) dan Nasib Sawit Indonesia

Diperbarui: 7 Juli 2025   15:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: ATIBT 

Pemanasan global dan perubahan iklim yang semakin ekstrem telah menjadi masalah global yang dikhawatirkan menimbulkan kerusakan lingkungan global. Salah satu tantangan lingkungan global terbesar saat ini adalah deforestasi yang terus berlangsung di berbagai belahan dunia. Salah satu dampak serius dari deforestasi adalah kontribusinya terhadap pemanasan global, terutama melalui kebakaran hutan yang sering terjadi karena pembukaan lahan. Deforestasi dapat mengakibatkan perubahan ekosistem, termasuk hilangnya keanekaragaman hayati, peningkatan emisi gas rumah kaca, dan kerusakan lingkungan secara keseluruhan. Dalam situasi ini Uni Eropa mengambil Langkah tegas dengan mengesahkan kebijakan European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR) pada 29 Juni 2023 dan akan mulai berlaku 30 Desember 2025. EUDR mewajibkan para eksportir untuk memberikan bukti bahwa produk mereka tidak berasal dari lahan yang mengalami deforestasi.

European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR) dimaksudkan untuk memastikan bahwa produk yang dikonsumsi oleh warga Uni Eropa tidak berkontribusi pada deforestasi global atau degradasi hutan. Dan bertujuan untuk melindungi hak-hak masyarakat adat. EUDR berlaku untuk tujuh komoditas utama dan produk turunannya yaitu kayu, karet, kelapa sawit, kedelai, sapi, kopi, dan kakao. Produk-produk ini harus memenuhi persyaratan terkait deforestasi dan degradasi hutan untuk dapat dijual atau diekspor ke pasar Uni Eropa.

Regulasi ini secara langsung memengaruhi beberapa komoditas unggulan Indonesia yang selama ini menjadi andalan ekspor ke pasar Eropa. Produk seperti minyak kelapa sawit, kopi, kakao, dan kayu, yang merupakan tulang punggung ekspor Indonesia ke Uni Eropa, kini menghadapi tantangan baru untuk memenuhi standar keberlanjutan yang lebih ketat. Salah satu industri yang sangat terdampak adalah kelapa sawit. 47% impor minyak sawit Uni Eropa berasal dari Indonesia pada 2023. Industri kelapa sawit menyumbang sekitar 3,5% PDB Indonesia dan mempekerjakan 4,3 juta orang. Ekspor minyak sawit mentah atau yang dikenal sebagai Crude Palm Oil (CPO) dari Indonesia ke Uni Eropa berpotensi terpengaruh oleh adanya penerapan EUDR. Kebijakan ini juga akan berdampak besar bagi para petani kecil karena harus memenuhi persyaratan EUDR dengan keterbatasan sumber daya dan pengetahuan teknis. Di Indoensia sendiri, petani kecil menyumbang setidaknya 34% dari total produksi minyak kelapa sawit.

Indonesia memainkan peran kunci sebagai pemimpin global dalam produksi kelapa sawit. Indonesia diproyeksikan akan mempertahankan posisinya sebagai produsen terbesar di dunia dengan produksi mencapai 33,5 juta ton. Dominasi Indonesia dalam pasar global kelapa sawit tidak hanya menunjukkan keberhasilan negara dalam mengembangkan sektor ini, tetapi juga menegaskan peran strategisnya dalam memenuhi kebutuhan minyak nabati dunia. Posisi ini memberi Indonesia peluang besar untuk terus mengoptimalkan potensi ekonominya, dengan menghadapi tantangan untuk mengelola industri ini secara berkelanjutan.

Pemerintah Indonesia dalam menghadapi penerapan European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR), sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, telah mengambil langkah proaktif untuk menyuarakan keprihatinan mereka. Berikut beberapa kebijakan yang diambil Pemerintah Indonesia dalam menaggapi EUDR:

  • Misi Diplomatik 

Mei 2023, Indonesia dan Malaysia diwakilkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian melakukan misi diplomatik bersama ke Brussel, pusat pemerintahan Uni Eropa. Tujuan utama kunjungan tersebut adalah untuk berdialog langsung dengan para pembuat kebijakan di Komisi Eropa dan anggota Parlemen Uni Eropa yang terlibat dalam perumusan EUDR. Membahas tentang implementasi EUDR yaitu mengenai keselarasan skema sertifikasi, keterlibatan petani kecil, rlindungan data pribadi, alat ketertelusuran dan kesenjangan regulasi.

  • Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2019 mengenai Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN KSB) yang berlaku dari 2019 sampai 2024. Rencana ini memiliki lima sasaran utama yang saling terkait. Pertama, meningkatkan kemampuan dan keterampilan para petani kelapa sawit. Kedua, menyelesaikan masalah status dan legalitas lahan perkebunan. Ketiga, mengembangkan pemanfaatan kelapa sawit sebagai sumber energi terbarukan. Keempat, memperkuat upaya diplomasi untuk mendukung keberlanjutan industri kelapa sawit. Kelima, mempercepat proses mewujudkan perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang berkelanjutan.

Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN KSB) merupakan salah satu upaya Indonesia dalam menyelaraskan kebijakan industri sawit nasional dengan tuntutan global dan menghadapi kebijakan bebas deforestasi Uni Eropa. Melalui RAN KSB, Indonesia berupaya membuktikan komitmennya terhadap praktik perkebunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Hal ini menunjukkan bahwa implementasi RAN-KSB dapat secara signifikan mendukung upaya Indonesia dalam memenuhi standar internasional untuk ekspor produk kelapa sawit. RAN-KSB tidak hanya berpotensi meningkatkan kualitas dan keberlanjutan industri kelapa sawit domestik, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan kelapa sawit internasional, khususnya di pasar Uni Eropa.

  • National Dashboard Indonesia

Dalam upaya memenuhi standar regulasi EUDR, Indonesia menyusun National Dashboard. Merupakan platform yang fungsinnya untuk memastikan keberlanjutan, transparansi dan berjalan sesuai dengan hukum perdagangan dengan bisa dimanfaatkan untuk menyusun data pertanian. Dengan adanya fitur verifikasi lahan bebas deforestasi dan audit tahunan akan menjamin bahwa rantai pasok pekebun rakyat dan industry komoditas memenuhi persyaratan legalitas yang ditetapkan oleh EUDR.

Uni Eropa sebagai Kawasan yang integrasinya sangat sistematis secara langsung mampu menunjukkan posisinya bahwa tanggung jawab atas pemanasan global adalah tanggung jawab bersama. Dengan lahirnya EUDR menjadi langkah tepat untuk mulai menguranagi deforestasi yang berdampak pada lingkungan. Meskipun regulasi ini menimbulkan kontra terhadap negara-negara eksportir komoditas seperti Indonesia sebagai pengekspor sawit yang dominan merupakan hasil dari deforestasi, namun perlu diketahui bahwa inilah jalan awal untuk menyelamatkan hutan yang semakin sedikit. Oleh karena itu semua negara harus mulai menyesuaikan produknya dengan regulasi global seperti EUDR.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline