Lihat ke Halaman Asli

Tjitjih Mulianingsih Ws

Guru yang menyukai menulis dan berkebun

Cerpen | Percakapan Terakhir Dua Bunga

Diperbarui: 12 Januari 2020   20:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: moondoggiesmusic.com

Di taman sebuah mess pusat kota, ada percakapan dua bunga yang sempat kucuri dengar sewaktu lembur menulis laporan.  Dua bunga sedang berdialog.  Ini menjelang dinihari sebenarnya.  Sempat kuperhatikan dari balik laptop, teryata itu adalah dua bunga yang berwarna putih "Melati dan Kemuning".

Penasaran kucoba menajamkan telinga,menyimak  apa yang sedang mereka perbincangkan.

"Kita sudah tak punya harapan lagi, untuk dibawa pergi majikan kita!" Begitu kata Kemuning.  Dia mulai menggugurkan bunga-bunganya di sela daun-daunnya yang menguning.

"Aku sudah tak tahan lagi, semenjak mbak pengurus yang dititipi kita berhenti bekerja, tak satupun yang sudi melihat kita, terlalu tinggi rasanya untuk berharap disiram." Keluhnya pada bunga Melati di sampingnya.

Bunga melati itu tertegun mencoba menggoyangkan daun-daunnya dengan sisa tenaga, kuperhatikan  dia tak berbunga hanya tinggal batang dengan daun-daun yang layu mengering. 

"Jangan begitu, kita tetap harus punya harapan suatu saat majikan kita akan menjemput." Ujarnya lirih.  Suara bunga Melati jauh lebih pelan dibandingkan kemuning.

"Bagaimana mungkin, kau masih memelihara harapan padanya?" Ujar Kemuning dengan sinis.

"Daun dewa, sambung nyawa serta cabe, sudah pergi mendahului kita, mereka mati kehausan, mereka teman-teman  senasib yang dititipkan ke majikan kita!"

"Lihat!, apa majikan kita peduli? Tak ada sama sekali!".

"Hushhh, tak boleh begitu! mungkin dia sibuk!" Jawab bunga Melati.  Tampak sekali berusaha menenangkan bunga kemuning.

"Hah?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline