Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

[sosbud] Teh Tradisional vs Teh Instan, Siapa Paling Sosial?

13 Oktober 2025   18:23 Diperbarui: 13 Oktober 2025   18:23 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan GemAIBot, dokpri)

Teh Tradisional vs Teh Instan, Siapa Paling Sosial?

Tengah malam. Dapur sepi. Hanya suara jangkrik dan kulkas yang berdengung pelan. Tiba-tiba, dari rak paling atas, terdengar suara berdehem berwibawa.

Teh Tradisional (dalam cangkir keramik retak warisan nenek):
"Hem hem! Aku dengar kabar burung, katanya sekarang tamu disambut pakai sachet? Astaga! Apa dunia sudah kehabisan gula batu dan kesabaran?"

Dari laci bawah, sebuah sachet berwarna-warni melompat ke meja dengan gaya slow motion ala iklan TV.

Teh Instan (dengan suara ceria tapi sedikit ngegas):
"Woi, Om Teh Tua! Jaman now, bro! Tamu datang jam 9 malem, mau langsung ngomong soal utang, bukan ngobrolin cuaca selama 45 menit sambil nunggu gula larut! Aku 5 detik siap saji, langsung to the point!"

Teh Tradisional (menghela napas, asap uapnya naik dramatis):
"To the point? Itu bukan diplomasi, Nak. Itu interogasi! Dulu, orang datang bukan cuma bawa masalah, tapi juga hati. Dan hati butuh waktu hangat buat terbuka. Bukan langsung disedot kayak kuah bakso!"

Teh Instan (nyengir, tapi agak gugup):
"Tapi aku juga sosial, lho! Aku bisa jadi teman begadang mahasiswa, teman curhat driver ojol, bahkan teman nangis mantan yang baru putus! Aku murah, cepat, dan nggak ribet. Itu juga bentuk empati, tau!"

Teh Tradisional (tersenyum bijak, seperti kakek di sinetron religi):
"Empati itu bukan cuma soal kehadiran, tapi cara hadir. Saat aku diseduh perlahan, tuan rumah bilang: 'Aku rela menunggu demi kenyamananmu.' Saat gula batu dibiarkan larut sendiri, itu filosofi: 'Kita nggak perlu memaksa kebahagiaan, biar dia datang sendiri.'"

Teh Instan (menggumam):
"Tapi... aku juga punya filosofi! Namanya 'Life is short, drink it fast!'"

Teh Tradisional (tertawa kecil):
"Ah, itu bukan filosofi, itu slogan iklan minuman energi yang kehabisan ide."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun