Lihat ke Halaman Asli

Syivaun Nadhiroh

IRT sekaligus Mahasiswi Magister Pendidikan Islam UIN MALIKI Malang

Antara Penyesalan dan Prestasi

Diperbarui: 8 April 2019   23:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Harapan

Hidup ini memang siapa sangka, yang awalnya tidak mencintai pada akhirnya lebih dari segalanya. Seperti yang kurasakan saat ini, banyak hal yang ingin ku perbaiki jika melihat masa laluku yang begitu kurang mengenakkan jika kucoba memutar kembali memoriku. Ada sebagian yang masih membekas dalam hati ada juga yang sebagian memori hilang bersama kenangan yang hanya menyapa sebentar. Masa itu dimana aku selalu diberi pengertian dan pemahaman tentang arti cinta dan kasih sayang, tapi bodohnya aku waktu itu selalu menghiraukan dan menolaknya seraya  berbuat yang tidak pernah mengindahkan dari setiap apa yang diucapnya.

Boleh aku berandai...?, jika waktu bisa diputar kembali, aku ingin memperbaiki semua hal yang menjadi sesalku saat ini. Termasuk menolak cintanya dengan sikap dan ucapan bodohku, kadang juga tangis. Kadang aku merasa sedih ketika melihat anak-anak yang tidak baik kepada orang tuanya, bahkan ada yang sampai membunuhnya, semoga kita terhindar dari perbuatan keji dan munkar. 

Ada apa dengan zaman milenial saat ini...?, mungkinkah terlalu nyamannya mereka dengan kemajuan tekhnologi dan hingar bingarnya dunia yang setiap orang memiliki kebebasan berpendapat dan berekspresi. Meskipun seharusnya bukan itu intinya, tapi semakin kesini semakain tidak jelas kemanakah moral dan nilai yang seharusnya dipupuk sejak kecil. Ya sudahlah... mungkin memang zaman kita berbeda. Tapi tolonglah, sebelum ada sesal dikemudian hari, sayangilah orang tuamu selagi ada, doakan mereka yang sudah tiada. Karena apapun keadaan orang tua pasti mereka selalu mendoakan kita meski kita tidak memintanya.

Sedikit cerita..., dulu ketika memasuki dunia sekolah menengah pertama, aku juga dipondokkan di salah satu pesantren yang luamayan jauh dari kampung halamnku. Singkat cerita aku memasuki tahun kedua alias kelas dua Mts waktu itu. Aku pernah mendengar dari para senior, bahwa ketika tahun pertama sekolah itu masih lugu-lugunya, ya karena memang masih murid baru, kemudian kelas dua baru nakal-nakalnya, dan sedangkan kelas tiga itu adalah taubat-taubatnya, ya bagaimana tidak taubat karena tahun ketiga adalah tahun dimana kita harus lulus dari sekolah. Masuk akal juga kan kalau senior bilang begitu, tapi anehnya ketika aku memasuki tahun kedua, aku mencoba untuk merubah pola pikirku yang awalnya sama dengan apa yang dikatakan senior waktu itu dengan prestasi yang akan kutunjukkan. 

Dalam benak juga sempat berkata, "apa iya kelas dua itu waktu di mana nakal-nakalnya remaja?". Jika melihat sekitarku emang iya sih benar juga, banyak teman-temanku yang berubah seketika, yang awalnya lugu banget, bisa berubah 180 derajat menjadi murid yang paling sangar, aku menyebutnya begitu. Dan yang pada akhirnya aku berhasil merubah pola pikirku dengan menjadi bintang kelas, rasanya haru, bahagia, senang dan sekali lagi bahagia sekali. Sebab, kalau teman-teman tahu, aku terakhir menjadi bintang kelas adalah kelas 1 SD hehehe, lama banget ya jaraknya. Nah... kebahagiaan itu menjadi motivasi seterusnya untuk terus berkembang meskipun memasuki tahun ketiga aku tidak lagi menjadi bintang kelas. Setidaknya pernah dari pada tidak sama sekali.

Pada dasarnya hasil belajar tidak harus ditunjukkan dari nilai raport, itu hanya sebuah tulisan yang nanti juga akan hilang. Tapi kebenaran dari mencari ilmu adalah dapat menjadikan diri lebih baik, bahasa lainnya menjadi manusia seutuhnya. Maksudanya sewajarnya manusia, tidak seperti hewan ataupun malaikat. 

Sehingga siapapun yang mencari ilmu dan belajar hanya untuk mengejar nilai, itu salah besar meskipun sah-sah saja bagi siapapun itu. Karena yang lebih penting dari belajar itu adalah akan menjadikan diri lebih mengerti, bermoral dan berkarakter. Oleh karena itu semakin aku kesini semakin sadar, bahwa semua yang dilakukan orang tua saat aku kecil dulu itu semua adalah pembelajaran yang sangat berharga, hanya saja aku belum sepenuhnya memahami arti cinta dan kasih sayang waktu itu. Yang dalam benakku justru sebaliknya, seakan-akan apa yang dilakukan orang tua waktu itu tanda tidak sayang atau selalu marah padaku. Padahal itu semua adalah bentuk kasih sayang yang diberikan orang tua kepada kita, yang mana tidak lain mereka mengharapkan lebih kepada kita supaya menjadi manusia yang seutuhnya, bermanfaat dan memberikan kebahagiaan kepada sekitarnya.

Dari sinilah perlunya berpositif thinking dalam setiap keadaan dan waktu. Apapun yang terjadi tidak lepas dari kebaikan dan pelajaran yang dapat diambil di dalamnya.

Sayangi Orang Tua dan Do'akan Mereka Meskipun Do'amu Tidak Semujarab Mereka. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline