Lihat ke Halaman Asli

Perkawinan Wanita Hamil

Diperbarui: 27 Februari 2025   22:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengapa pernikahan wanita hamil terjadi di masyarakat?

Perkembangan zaman menuju era modern dan globalisasi telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dinamika perkawinan.  Salah satu dampaknya yang cukup kompleks adalah peningkatan kasus kehamilan di luar nikah, terutama di kalangan generasi muda.  Globalisasi, dengan arus informasi dan budaya yang begitu deras, telah menciptakan akses yang lebih mudah terhadap berbagai gaya hidup, termasuk pergaulan bebas yang tak jarang melanggar norma-norma agama dan hukum.  Interaksi antara laki-laki dan perempuan yang tak terikat ikatan pernikahan yang sah menurut syariat Islam menjadi semakin umum, dan konsekuensinya, kehamilan di luar nikah pun meningkat.
 
Kehamilan di luar nikah ini menimbulkan permasalahan pelik yang berdampak luas, tak hanya pada pasangan yang terlibat, tetapi juga keluarga besar mereka.  Di satu sisi, muncul rasa malu dan khawatir akan tercemarnya nama baik keluarga.  Tekanan sosial yang kuat di beberapa lingkungan dapat mendorong orang tua untuk mengambil langkah ekstrem, seperti menyarankan atau bahkan memaksa anak perempuan mereka untuk menggugurkan kandungan.  Hal ini tentu saja bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan ajaran agama yang menjunjung tinggi kesucian kehidupan.
 
Di sisi lain, banyak orang tua yang, di tengah keprihatinan dan rasa malu, memilih untuk menyelesaikan masalah dengan menikahkan anak perempuan mereka yang hamil di luar nikah.  Keputusan ini didorong oleh keinginan untuk menyelamatkan nama baik keluarga, memberikan status hukum yang sah bagi anak yang akan dilahirkan, serta melindungi anak tersebut dari stigma negatif yang mungkin dialaminya.  Pernikahan ini, meskipun terselenggara dalam situasi yang tak ideal, dianggap sebagai solusi untuk meminimalisir dampak negatif dan memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak.  Namun, penting untuk diingat bahwa pernikahan ini tidak serta-merta menghapuskan dosa zina yang telah terjadi sebelumnya.

Oleh karena itu, permasalahan kehamilan di luar nikah ini membutuhkan pendekatan yang holistik dan komprehensif.  Selain solusi-solusi yang bersifat reaktif seperti pernikahan, perlu ada upaya preventif yang lebih kuat dalam memberikan pendidikan seks yang komprehensif dan bertanggung jawab kepada generasi muda, serta penguatan nilai-nilai moral dan agama.  Penting juga untuk menciptakan lingkungan sosial yang lebih suportif dan inklusif, sehingga para perempuan yang mengalami kehamilan di luar nikah dapat mendapatkan dukungan dan bimbingan yang memadai tanpa harus merasa tertekan dan terisolasi.

Apa yang menjadi penyebab terjadi pernikahan wanita hamil?

Pernikahan wanita hamil di luar nikah merupakan fenomena yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari faktor individu hingga faktor sosial dan budaya. Berikut uraian lebih lengkap mengenai faktor-faktor tersebut:
 
1. Faktor Orang Tua
 
- Peran Orang Tua dalam Mendorong Pernikahan: Orang tua memiliki peran penting dalam membentuk nilai dan perilaku anak. Kurangnya komunikasi dan pemahaman antara orang tua dan anak, serta kurangnya pengawasan terhadap pergaulan anak, dapat memicu anak untuk melakukan hubungan seksual di luar nikah.
 
- Tekanan Sosial dan Aib Keluarga:  Orang tua seringkali merasa terbebani oleh tekanan sosial dan khawatir akan aib keluarga jika anak mereka hamil di luar nikah.  Mereka mungkin merasa terdorong untuk menikahkan anak perempuan mereka sebagai solusi untuk menutupi aib dan memberikan status hukum yang sah bagi anak yang akan lahir.
 
- Kurangnya Pengawasan:  Orang tua yang kurang mengawasi pergaulan anak-anaknya, terutama anak perempuan, dapat memberikan ruang bagi anak untuk terjerumus dalam pergaulan bebas yang berisiko.

2. Faktor Agama
 
- Kurangnya Pemahaman Nilai Agama dan Moralitas:  Kurangnya pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama dan moralitas dapat menyebabkan anak-anak kurang menyadari dosa zina dan pentingnya pernikahan yang sah.
 
- Rendahnya Keimanan:  Tingkat keimanan yang rendah dapat melemahkan kesadaran akan aturan dan larangan agama, sehingga seseorang cenderung lebih mudah tergoda untuk melakukan hubungan seksual di luar nikah.
 
3. Faktor Pendidikan
 
- Kurangnya Pendidikan:  Kurangnya pendidikan, baik formal maupun informal, dapat menyebabkan seseorang kurang memiliki pengetahuan tentang seksualitas, reproduksi, dan konsekuensi dari hubungan seksual di luar nikah.
 
- Kurangnya Pengetahuan Seksual:  Kurangnya pengetahuan tentang seksualitas dan cara mencegah kehamilan dapat menyebabkan anak-anak lebih mudah terjerumus dalam kehamilan di luar nikah.


4. Faktor Globalisasi
 
- Pengaruh Globalisasi:  Globalisasi membawa pengaruh yang kompleks, termasuk akses ke informasi dan budaya yang beragam.  Pergaulan bebas, liberalisasi nilai-nilai, dan pengaruh media massa dapat memicu anak-anak untuk lebih mudah terpengaruh dan terdorong untuk melakukan hubungan seksual di luar nikah.
 
5. Faktor Ekonomi
 
- Faktor Ekonomi:  Kemiskinan dan kesulitan ekonomi dapat menjadi faktor pendorong terjadinya pernikahan wanita hamil.  Beberapa orang tua mungkin merasa terdesak untuk menikahkan anak perempuan mereka yang hamil di luar nikah untuk mendapatkan bantuan ekonomi dari keluarga calon suami.
 
6. Faktor Pergaulan Bebas
 
- Pergaulan Bebas:  Pergaulan bebas yang tidak terkontrol, terutama di kalangan anak muda, dapat memicu hubungan seksual di luar nikah.  Kurangnya batasan dan pengawasan dapat menyebabkan anak-anak lebih mudah terjerumus dalam pergaulan bebas yang berisiko.

Bagaimana argument pandangan para ulama tentang pernikahan wanita hamil?

Terdapat perbedaan pendapat di antara ulama mengenai hukum menikahi wanita yang sedang hamil di luar nikah. Berikut adalah beberapa pandangan dari berbagai mazhab:
Ulama Syafi'iyah: Membolehkan pernikahan wanita hamil akibat zina, baik dengan pria yang menghamilinya atau bukan, karena wanita hamil akibat zina tidak termasuk golongan wanita yang haram untuk dinikahi.


Ulama Hanafiyah: Abu Hanifah berpendapat bahwa dalam perkawinan perempuan hamil dihukumi sah dengan syarat laki-laki yang menikahinya adalah laki-laki yang menghamilinya. Jika perempuan tersebut dinikahi oleh pria lain hukum perkawinannya sah,namun pasangan tersebut tidak boleh jima' (hubunganseksual) hingga perempuan tersebut melahirkan.


Ulama Malikiyah: Imam Malik bin Anas secara tegas melarang pernikahan wanita hamil.  Pernikahan wanita hamil akibat zina dianggap tidak sah, baik yang menikahinya adalah pria yang menghamilinya maupun bukan.  Alasannya, karena kehamilan akibat zina dianggap sebagai hubungan seksual yang meragukan (syubhat) sebelum akad nikah.  Status wanita hamil tersebut sama dengan wanita yang dicerai talak ba'in atau cerai mati, sehingga ia memiliki masa iddah seperti wanita yang dicerai talak ba'in atau cerai mati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline