Lihat ke Halaman Asli

Soetiyastoko

☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Humaniora.Soetiyastoko | Bangkit Di Antara Bayang - Bayang Hutang

Diperbarui: 13 Oktober 2025   00:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bayu bertekad menyiasati badai, dia tahu badai tak akan mampu menghentikan langkahnya. Sepanjang tekun mentiasatinya. Copiedfrom FB.

Humaniora  |  Bangkit Di Antara Bayang-Bayang Hutang

DikToko
(Soetiyastoko)

Gumpalan-gumpalan kecil awan tampak putih berbaris ke tenggara, menunggang angin. Redup kemilau senja mulai meratap, ketika Bayu menatap layar ponselnya yang bergetar lagi.

Notifikasi dari aplikasi pinjaman online itu terasa menyesakkan dadanya. Ia tak perlu lagi membaca isinya; sudah pasti peringatan tentang jatuh tempo. Waktu terus berjalan, dan denda makin menumpuk.

Bayu, seorang ayah berusia 40 tahun, baru saja pulang dari pekerjaan serabutan yang tak menjanjikan apa-apa, selain upah harian --yang tak bisa ditawar.
Dahinya berkerut, matanya sayu. Di balik wajah kerasnya, ada badai yang berkecamuk. Kebutuhan rumah tangga, biaya sekolah anak, dan impian kecil-kecilan untuk kehidupan yang lebih baik semuanya terasa seperti beban yang tak bisa dia lepaskan.

Bayu tak pernah mengira hidupnya akan sampai pada titik ini. Beberapa bulan lalu, ketika usahanya jatuh, ia mengambil langkah yang menurutnya saat itu adalah satu-satunya jalan keluar---pinjaman online. Jumlah kecil di awal, namun bunga dan denda cepat menjerat. Satu demi satu pinjaman baru ia ambil untuk melunasi yang lama, hingga akhirnya tercekik dalam lingkaran hutang. Dan tekanan _Debt Collector_.

Ketika malam semakin larut, Bayu duduk di sudut kamar, menatap dinding kosong. Rasa putus asa merayap.

"Aku harus keluar dari ini... Tapi bagaimana?" pikirnya. Sementara itu, suara anaknya terdengar samar di ruang tamu. Tawa mereka seharusnya menjadi kebahagiaan, tapi kali ini terdengar seperti pengingat yang menyakitkan---bahwa ia telah gagal sebagai ayah.

Suatu malam, ketika semua orang sudah terlelap, Bayu melangkah ke luar rumah. Dingin angin malam menusuk kulitnya, tapi ia merasa perlu untuk berpikir dengan tenang.

Di bawah langit yang gelap tanpa bintang, ia mulai berjalan tanpa arah, hanya mengikuti jalanan sepi di desanya. Bayu memikirkan segala hal---hutang, tanggung jawab, masa depan keluarganya.

"Aku harus kuat," bisiknya pelan pada dirinya sendiri. "Aku tak boleh menyerah. Untuk mereka."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline