Lihat ke Halaman Asli

Cahyadi Takariawan

TERVERIFIKASI

Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Catatan Akhir Tahun 2018, Belum Ada Perbaikan Ketahanan Keluarga

Diperbarui: 31 Desember 2018   23:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: dwiezmiany.com

Menikah dan menjalani kehidupan berumah tangga yang harmonis, bahagia dan sejahtera, adalah salah satu dambaan masyarakat Indonesia. Sebagai bangsa yang religius, masyarakat kita menjunjung tinggi ajaran agama dan norma ---yang telah berlaku secara turun temurun dari waktu ke waktu. 

Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat dunia, dan jumlah umat Islam terbesar dunia, peristiwa pernikahan menjadi bagian yang penting dan sakral dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Prosesi pernikahan dilalui dengan penuh kesungguhan, dengan harapan bisa membentuk keluarga yang sakinah mawadah warahmah.

Sayangnya, harapan tersebut masih banyak terkendala dalam pencapaiannya. Pesta pernikahan yang digelar dengan penuh kemeriahan, dihadiri sangat banyak tamu undangan, menghabiskan sangat banyak biaya, tak jarang berakhir dengan menyedihkan. 

Kelarga yang baru dibangun beberapa tahun bahkan beberapa bulan, harus berantakan dan berakhir, karena tidak ada kecocokan dan tidak ada keharmonisan di dalamnya. Impian tentang keluarga bahagia menjadi hancur berkeping, berubah menjadi kisah sedih yang penuh luka dan bahkan trauma.

Mencermati Tren Peningkatan Angka Perceraian Indonesia

Saya pernah membuat catatan di akhir tahun 2013 dengan mengutip pernyataan pejabat BKKBN, bahwa Indonesia menjadi negara dengan tingkat perceraian tertinggi se Asia Pasifik. Saya juga pernah membuat catatan akhir tahun 2015, yang menyatakan bahwa angka perceraian di Indonesia terus meningkat. Ternyata, catatan yang saya buat di akhir 2018 ini tidak menunjukkan kondisi ketahanan keluarga Indonesia yang semakin membaik, terutama jika dilihat dari masih terus meningkatnya angka perceraian.

Mari kita cermati pada kurun waktu tiga tahun saja, dari 2015 hingga 2017. Ternyata tren perkara putusan (inkracht) perceraian di Pengadilan Agama seluruh Indonesia dalam tiga tahun tersebut, tetap mengalami peningkatan. Jumlah perkara pengajuan cerai talak (suami) dan cerai gugat (istri) di 29 Pengadilan Tinggi Agama pada tahun 2015 sebanyak 394.246 perkara. 

Angka ini terdiri dari 113.068 cerai talak dan 281.178 cerai gugat. Sedangkan yang diputus pada tahun 2015 tersebut sebanyak 353.843 perkara, terdiri dari 99.981 cerai talak  dan 253.862 cerai gugat.

Pada tahun 2016, tercatat sebanyak 403.070 perkara, terdiri dari 113.968 cerai talak dan 289.102 cerai gugat. Sedangkan yang diputus di tahun 2016 sebanyak 365.654 perkara, terdiri dari 101.928 cerai talak  dan 263.726 cerai gugat. Pada tahun 2017, tercatat sebanyak 415.848 perkara, terdiri dari 113.987 cerai talak dan 301.861 cerai gugat. 

Yang diputus pada tahun 2017 sebanyak 374.516 perkara, terdiri dari 100.745 cerai talak dan 273.771 cerai gugat. Bisa kita lihat, tren perkara perceraian yang diputus dalam kurun tiga tahun itu angkanya 353.843 di tahun 2015, 365.654 di tahun 2016, dan 374.516 di tahun 2017.

Kita lihat angka perceraian di tahun 2015, sebesar 353.843 kejadian dalam setahun. Berarti rata-rata terjadi 29.487 perceraian tiap bulan, atau 983 perceraian tiap hari, atau 40,95 perceraian setiap jam. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline