Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Regi Iswara Putra

Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Pencabutan ID Pers CNN Indonesia

Diperbarui: 15 Oktober 2025   07:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pencabutan ID Pers CNN Indonesia: Antara Hak Bertanya dan Ancaman Pembungkaman

Kasus pencabutan kartu identitas pers (ID Pers) seorang wartawan CNN Indonesia oleh Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden kembali menyoroti rapuhnya kebebasan pers di Indonesia. Peristiwa ini bermula ketika Diana Valencia, jurnalis CNN Indonesia, mengajukan pertanyaan kepada Presiden Prabowo Subianto mengenai dugaan kasus keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Pertanyaan itu dinilai "di luar konteks agenda" sehingga tak lama berselang, ID Pers sang wartawan dicabut secara sepihak. Kejadian ini mengundang polemik besar karena menyentuh hak dasar wartawan dalam menjalankan profesinya.

Kronologi menunjukkan bahwa pada 27 September 2025, Diana melontarkan pertanyaan mengenai keracunan MBG. Beberapa jam kemudian, BPMI mendatangi kantor redaksi CNN Indonesia dan mengambil kartu ID Pers miliknya tanpa penjelasan resmi (Tirto, 2025). Alasan pencabutan adalah pertanyaan dianggap tidak sesuai dengan agenda Presiden. Langkah ini menimbulkan kritik dari berbagai pihak, termasuk LBH Pers, yang menilai tindakan tersebut melanggar kebebasan pers (Tempo, 2025). Setelah kritik keras bermunculan, Istana akhirnya mengembalikan ID Pers setelah audiensi dengan pihak redaksi (Beautynesia, 2025).

Dari aspek hukum, UUD 1945 Pasal 28F dan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers menegaskan bahwa pers berhak mencari dan menyampaikan informasi tanpa sensor atau pembredelan. Oleh karena itu, pencabutan ID Pers tanpa dasar hukum dan mekanisme transparan patut dipertanyakan. Dari sisi etika jurnalistik, pertanyaan tentang keracunan MBG relevan karena menyangkut kepentingan publik. Alasan "di luar konteks agenda" terlalu subjektif dan berpotensi menjadi alat pembungkaman. Jika praktik ini terus berulang, efek yang ditimbulkan adalah chilling effect, yakni wartawan akan menahan diri untuk tidak kritis karena takut aksesnya dicabut. Hal ini mengancam kualitas demokrasi dan transparansi negara.

Agar kasus serupa tidak terulang, pemerintah dan institusi pers perlu melakukan beberapa langkah:

Membuat regulasi internal yang jelas dan transparan mengenai tata tertib liputan di Istana maupun lembaga negara.

Memberikan penjelasan resmi bila ada tindakan administratif seperti pencabutan akses, sehingga tidak menimbulkan kesan pembungkaman.

Meningkatkan koordinasi antara pemerintah dan organisasi pers seperti Dewan Pers, PWI, dan AJI agar tidak ada tumpang tindih aturan.

Melakukan edukasi bersama antara pejabat publik dan wartawan mengenai pentingnya keterbukaan informasi dan ruang kritik dalam demokrasi.

Menguatkan peran lembaga advokasi pers agar setiap pelanggaran bisa segera ditindaklanjuti dan tidak merugikan profesi jurnalis maupun hak masyarakat untuk tahu.

Kasus pencabutan ID Pers wartawan CNN Indonesia menjadi cermin bahwa kebebasan pers di Indonesia masih menghadapi tantangan serius. Meski ID tersebut akhirnya dikembalikan, peristiwa ini menunjukkan perlunya aturan yang lebih transparan agar kebebasan pers tidak terganggu oleh kepentingan sesaat. Pers adalah jembatan informasi bagi publik, dan membatasi perannya sama saja dengan mengurangi hak rakyat untuk mendapatkan informasi yang benar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline