Mohon tunggu...
ALI AKBAR HARAHAP
ALI AKBAR HARAHAP Mohon Tunggu... Kader HMI

Buat video youtube

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kemiskinan: Bahaya Senyap yang Menggerogoti Martabat dan Iman

16 Oktober 2025   03:55 Diperbarui: 16 Oktober 2025   03:55 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bahaya Senyap Kemiskinan: Ketika Perut Kosong Membunuh Martabat dan Harapan

Oleh: Ali Akbar Harahap, S.Kom., M.Sos

Deskripsi Singkat (untuk kolom ringkasan Kompasiana):

Tulisan ini mengulas bahaya kemiskinan dari sisi sosial, psikologis, dan spiritual. Bahwa kemiskinan bukan sekadar soal perut kosong, melainkan ancaman senyap yang melemahkan nilai, iman, dan martabat manusia. Dilengkapi dengan rujukan ilmiah dari Amartya Sen, Ibnu Khaldun, dan Ali Syariati.

 Kemiskinan tidak selalu berteriak. Ia sering diam, tapi pelan-pelan membunuh martabat manusia.


Kemiskinan bukan sekadar persoalan perut kosong. Ia adalah bahaya senyap yang melumpuhkan akal, menumpulkan nurani, dan merampas kebebasan manusia untuk menentukan arah hidup.
Dalam diamnya, kemiskinan mengikat manusia dalam rantai 

ketidakberdayaan  - menjauhkan mereka dari nilai, martabat, dan bahkan iman.

Kemiskinan sebagai Krisis Nilai dan Kapabilitas

Ekonom peraih Nobel, Amartya Sen (1999), dalam Development as Freedom, menyatakan bahwa kemiskinan bukan sekadar kekurangan pendapatan, tetapi kehilangan kemampuan untuk menjalani kehidupan yang bermartabat (deprivation of capability).
Dengan kata lain, orang miskin bukan hanya lapar secara fisik, tapi juga kehilangan kendali atas masa depannya.

Kondisi ini nyata di Indonesia: akses pendidikan rendah, lapangan kerja sempit, dan kebijakan publik sering tidak berpihak. Maka, kemiskinan bukan semata soal malas atau nasib, tetapi hasil dari struktur sosial yang timpang dan kebijakan yang tidak adil.

Dimensi Psikologis dan Sosial Kemiskinan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun