Bahaya Senyap Kemiskinan: Ketika Perut Kosong Membunuh Martabat dan Harapan
Oleh: Ali Akbar Harahap, S.Kom., M.Sos
Deskripsi Singkat (untuk kolom ringkasan Kompasiana):
Tulisan ini mengulas bahaya kemiskinan dari sisi sosial, psikologis, dan spiritual. Bahwa kemiskinan bukan sekadar soal perut kosong, melainkan ancaman senyap yang melemahkan nilai, iman, dan martabat manusia. Dilengkapi dengan rujukan ilmiah dari Amartya Sen, Ibnu Khaldun, dan Ali Syariati.
 Kemiskinan tidak selalu berteriak. Ia sering diam, tapi pelan-pelan membunuh martabat manusia.
Kemiskinan bukan sekadar persoalan perut kosong. Ia adalah bahaya senyap yang melumpuhkan akal, menumpulkan nurani, dan merampas kebebasan manusia untuk menentukan arah hidup.
Dalam diamnya, kemiskinan mengikat manusia dalam rantaiÂ
ketidakberdayaan  - menjauhkan mereka dari nilai, martabat, dan bahkan iman.
Kemiskinan sebagai Krisis Nilai dan Kapabilitas
Ekonom peraih Nobel, Amartya Sen (1999), dalam Development as Freedom, menyatakan bahwa kemiskinan bukan sekadar kekurangan pendapatan, tetapi kehilangan kemampuan untuk menjalani kehidupan yang bermartabat (deprivation of capability).
Dengan kata lain, orang miskin bukan hanya lapar secara fisik, tapi juga kehilangan kendali atas masa depannya.
Kondisi ini nyata di Indonesia: akses pendidikan rendah, lapangan kerja sempit, dan kebijakan publik sering tidak berpihak. Maka, kemiskinan bukan semata soal malas atau nasib, tetapi hasil dari struktur sosial yang timpang dan kebijakan yang tidak adil.
Dimensi Psikologis dan Sosial Kemiskinan