Lihat ke Halaman Asli

Maya Eka R Putri

Full-time Mom and Student majoring in communication

Pengaruh Media terhadap Pola Asuh: Analisis Teori Jarum Suntik dalam Isu Dedi Mulyadi

Diperbarui: 4 Juni 2025   11:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Ilustrasi digital oleh AI (ChatGPT/DALL*E), 2025. 

Belakangan ini viral di media sosial seorang anak kecil yang menangis melihat video Dedi Mulyadi Gubernur Jawa Barat. Dimana dalam video tersebut Dedi Mulyadi, dengan gaya dan bahasa kebapakan menyampaikan akan menjemput atau mendatangi anak-anak yang tidak disiplin, susah tidur, tidak mau makan, susah bangun pagi serta menolak berangkat sekolah. Video tersebut banyak dipertontonkan oleh orang tua kepada anak-anak mereka. Tujuannya tak lain untuk menakut-nakuti agar mereka patuh kepada orang tua. Berbagai kebijakan Dedi selalu ramai diperbincangkan. Salah satunya kebijakan mengirimkan anak nakal ke barak militer. Kendati mendapatkan berbagai macam komentar, Dedi tetap pada pendiriannya.

Meski mendapatkan banyak komentar negatif. Nyatanya isu berita yang berkaitan dengan Dedi menjadi isu yang dinantikan oleh khalayak. Dengan pemberitaan yang terus menerus, mencitrakan Dedi sebagai sosok pemimpin yang tegas dan disiplin. Sehingga kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh orang tua untuk menakut-nakuti anak mereka, agar menjadi anak yang penurut. Meskipun menurut Psikolog Anak hal tersebut bukanlah cara yang baik untuk mendidik anak. Lantas mengapa orang tua menerapkan pola asuh seperti itu ke anak mereka? Apakah para orang tua tidak menyaring informasi yang masuk ke mereka?

Menurut Laswell dalam Buku Jalaluddin Rakhmat (2015:187), media massa dapat menyuntikkan pesan langsung ke dalam pikiran audiens tanpa resistensi. Dalam pandangan ini, media massa dipandang begitu kuat dan langsung "menyuntikkan" pesan ke dalam pikiran audiens tanpa perlawanan berarti. Artinya, khalayak dianggap pasif dan mudah dipengaruhi oleh simbol-simbol atau pesan yang disampaikan secara persuasif. Sementara itu sifat komunikasi media yang hanya satu arah menambah khalayak tidak memiliki kesempatan untuk bertanya balik. Media massa dianggap sebagai sumber informasi terakurat yang dinaungi oleh hukum yang berlaku. Sehingga semua yang disampaikan oleh media massa dianggap informasi yang benar.

Eksposure yang dilakukan media massa terhadap pemberitaan kebijakan Dedi Mulyadi memberikan efek yang luar biasa dikhalayak. Dedi Mulyadi memanfaatkan narasi visual dan simbolik dalam setiap kunjungannya ke pelosok daerah. Baik saat ia menyapa warga dengan bahasa lokal, mengenakan pakaian sederhana, maupun menerapkan konsep barak militer untuk membentuk kedisiplinan. Semua ini bukan sekadar tindakan, tetapi pesan yang dikemas dan disebarkan melalui media sosial dan pemberitaan, yang kemudian membentuk persepsi publik tentang dirinya sebagai pemimpin yang tegas tapi dekat dengan rakyat. Seperti dalam teori ini, pesan yang disampaikan Dedi Mulyadi tampak langsung "menancap" di benak masyarakat dan membentuk opini yang cenderung positif. Sehingga dengan citra tegas dan disiplin, kemudian dimanfaatkan oleh orang tua untuk mendidik anaknya agar menjadi anak yang penurut.

Sebagai solusi komunikatif, orang tua sebaiknya menerapkan pola asuh berbasis dialog dan empati, bukan ketakutan. Anak-anak perlu diajak berbicara dengan cara yang hangat dan terbuka agar mereka memahami alasan di balik aturan, bukan hanya mematuhinya karena takut. Edukasi media juga penting dilakukan kepada orang tua agar mereka lebih kritis dalam menyaring informasi yang dikonsumsi dan dibagikan kepada anak. Orang tua bisa memanfaatkan konten media yang bersifat edukatif dan membangun, bukan yang memicu kecemasan atau trauma. Selain itu, kolaborasi antara keluarga, sekolah, dan komunitas bisa memperkuat pendekatan yang lebih sehat dalam mendidik anak. Dengan komunikasi dua arah yang jujur dan positif, anak-anak akan tumbuh dengan rasa aman, percaya diri, dan memiliki disiplin yang berasal dari pemahaman, bukan paksaan.

Sebagai penutup, fenomena penggunaan figur publik seperti Dedi Mulyadi untuk menakut-nakuti anak menunjukkan bagaimana kuatnya pengaruh media dalam membentuk perilaku masyarakat. Dalam konteks ini, teori jarum suntik menjadi sangat relevan, di mana media dianggap mampu "menyuntikkan" pesan secara langsung ke dalam pikiran khalayak tanpa filter atau perlawanan. Sayangnya, ketika orang tua menyerap pesan media secara pasif tanpa kritis, mereka cenderung menerapkan pola asuh yang tidak sesuai dengan prinsip perkembangan psikologis anak. Media yang semestinya menjadi alat edukatif justru dimanfaatkan sebagai sarana kontrol berbasis ketakutan. Hal ini menegaskan pentingnya literasi media agar orang tua mampu memilah informasi yang membangun dan tidak merugikan anak. Dengan demikian, pemahaman terhadap teori komunikasi dan dampak media harus dimiliki oleh setiap individu, khususnya orang tua, agar pola asuh yang diterapkan benar-benar mendukung tumbuh kembang anak secara positif dan sehat.


DAFTAR PUSTAKA

https://tirto.id/video-viral-dedi-mulyadi-dan-pola-asuh-berbasis-rasa-takut-hb4j?utm_medium=Share&via=TirtoID&utm_source=Whatsapp

Rakhmat. J (2007). Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Hal 187

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline