Lihat ke Halaman Asli

Cahya Yuana

Widyaiswara/Trainer

Pendidikan Yang Menginspirasi: Saat Jiwa Guru Mengungguli Ilmu

Diperbarui: 13 Juli 2025   22:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Pribadi dibuat dengan AI

"At-thoriqotu ahammu minal maddah wal mudarris ahammu minat thoriqoh wa ruhul mudaris ahammu minal mudarris" yang berarti "Metode lebih penting daripada materi (pelajaran), guru lebih penting daripada metode, dan jiwa guru lebih penting daripada gurunya itu sendiri." Pepatah pesantren ini bukan sekadar rangkaian kata indah, tetapi ia adalah inti dari falsafah pendidikan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Di balik setiap ilmu yang berhasil ditanamkan, ada jiwa yang hidup. Jiwa itu adalah ruh seorang guru---bukan hanya otaknya, bukan hanya caranya mengajar, tapi siapa dia sebagai pribadi.

Dalam dunia pendidikan, kita sering membicarakan tentang pentingnya kurikulum, metode pembelajaran, dan peran guru. Semuanya benar dan penting. Tapi pepatah tadi membawa kita untuk menggali lebih dalam: ternyata yang paling berpengaruh bukan hanya apa yang diajarkan atau bagaimana itu diajarkan, tetapi siapa yang mengajarkan, dan lebih dari itu: bagaimana jiwa si pengajar hadir dalam proses belajar-mengajar.

Mari kita mulai dari yang paling dasar: kurikulum. Kurikulum adalah semacam peta jalan atau kompas pendidikan. Ia dirancang untuk memastikan bahwa peserta didik mencapai kompetensi tertentu sesuai jenjang dan kebutuhan zamannya. Tujuan utama dari kurikulum adalah membekali siswa dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap agar mampu hidup secara produktif di masyarakat. Kurikulum yang baik tidak hanya mengatur apa yang harus dipelajari, tetapi juga mengapa itu penting, dan bagaimana seharusnya diajarkan. Kurikulum bukan sekadar daftar isi buku pelajaran, tapi panduan untuk membentuk manusia utuh---berpengetahuan, berkarakter, dan berdaya.

Namun kurikulum yang bagus saja tidak cukup. Materi pelajaran yang tertata rapi, lengkap, dan berbasis capaian belajar hanya akan menjadi tumpukan teori jika tidak disampaikan dengan cara yang tepat. Inilah pentingnya metode pembelajaran.

Metode adalah cara atau pendekatan yang digunakan guru untuk menyampaikan materi kepada peserta didik. Ia bisa sangat beragam: ceramah, diskusi, eksperimen, studi kasus, bermain peran, proyek kolaboratif, bahkan teknik blended learning dengan teknologi digital. Semua metode punya kelebihan dan kekurangannya. Yang perlu disadari adalah bahwa metode itu seperti jembatan---ia menghubungkan antara materi dan pemahaman siswa. Kalau jembatannya rapuh atau tidak sesuai dengan karakter peserta didik, maka ilmu yang seharusnya sampai, bisa jatuh di tengah jalan.

Misalnya, untuk siswa yang senang visual dan praktik, pendekatan pembelajaran berbasis proyek atau eksperimen akan jauh lebih efektif ketimbang metode ceramah. Untuk peserta didik yang berasal dari latar belakang berbeda-beda, metode diskusi dan kolaborasi bisa lebih membuka ruang toleransi dan empati. Maka guru tidak boleh asal pilih metode. Ia harus menyesuaikan dengan tujuan pembelajaran, karakter siswa, dan situasi kelas.

Namun, meskipun metode sudah dipilih dengan tepat, tetap saja ia tidak akan berjalan maksimal tanpa sosok guru yang berkualitas. Guru adalah tokoh utama dalam panggung pendidikan. Ia bukan hanya fasilitator pengetahuan, tapi juga inspirator, pembimbing, dan kadang menjadi pengganti orang tua di sekolah. Oleh karena itu, kualitas guru sangat menentukan keberhasilan pendidikan.

Lalu apa yang dimaksud dengan guru berkualitas? Di Indonesia, kita mengenal empat kompetensi guru yang menjadi tolok ukur: kompetensi profesional, pedagogis, sosial, dan kepribadian.

Pertama, kompetensi profesional mengacu pada penguasaan materi ajar dan penguasaan bidang keilmuan yang diajarkan. Guru harus tahu lebih dalam dari sekadar apa yang ada di buku teks. Ia harus bisa mengaitkan materi dengan kehidupan nyata, dengan perkembangan zaman, dan dengan konteks lokal siswa. Guru yang profesional tidak hanya paham "apa", tetapi juga "mengapa" dan "bagaimana" dari ilmunya.

Kedua, kompetensi pedagogis berkaitan dengan kemampuan guru dalam memahami cara belajar siswa dan mengelola pembelajaran. Ini termasuk kemampuan merancang pembelajaran, melaksanakan strategi yang tepat, mengevaluasi hasil belajar, dan memberikan umpan balik. Guru yang baik tahu kapan harus menjelaskan, kapan harus bertanya, kapan harus memberi waktu diam, dan kapan harus membiarkan siswa menemukan jawabannya sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline