Ketika politik dan hukum bertaut dalam drama korupsi, barangkali rangkaian kata "Amicus Curiae" kini ikut tampil dalam babak baru skandal yang melibatkan mantan Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim. Ia mengajukan peninjauan kembali (atau praperadilan) atas statusnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek.
Langkah yang sebetulnya adalah hak hukum biasa ini berubah menjadi sorotan publik ketika muncul "sahabat pengadilan" --- orang-orang terkemuka --- yang secara bersama mendaftar sebagai Amicus Curiae untuk membelanya. Tapi, benarkah ini cermin pencarian keadilan? Ataukah ini intervensi terselubung?
Ringkasan Perkara: Apa, Siapa, Dan Kenapa?
Secara singkat, Nadiem Makarim ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung atas dugaan korupsi pengadaan sistem Chromebook di Kemendikbudristek. Ia merasa penetapan itu tidak beralasan --- kecurigaan belum cukup, alat bukti belum kuat --- maka ia mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar status tersangka dibatalkan.
Yang kemudian jadi sorotan adalah bahwa dalam persidangan praperadilan tersebut, 12 tokoh antikorupsi dan hukum secara kolektif mengajukan diri sebagai Amicus Curiae (sahabat pengadilan).
Berikut nama-nama yang muncul dalam daftar:
- Amien Sunaryadi (mantan pimpinan KPK periode 2003--2007)
- Arief T. Surowidjojo (pegiat antikorupsi & pendiri MTI)
- Arsil (peneliti senior Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan)
- Betti Alisjahbana (pegiat antikorupsi)
- Erry Riyana Hardjapamekas (mantan pimpinan KPK periode 2003--2007)
- Goenawan Mohamad (penulis, pendiri Tempo)
- Hilmar Farid (aktivis & akademisi)
- Marzuki Darusman (mantan Jaksa Agung 1999--2001)
- Nur Pamudji (mantan Dirut PLN)
- Natalia Soebagjo (pegiat antikorupsi, anggota Transparency International)
- Rahayu Ningsih Hoed (advokat)
- Todung Mulya Lubis (pegiat antikorupsi)
Para tokoh ini menyatakan bahwa mereka tidak meminta agar praperadilan dikabulkan atau ditolak secara langsung, melainkan ingin memberi masukan kepada hakim tentang bagaimana seharusnya proses penetapan tersangka dan praperadilan berjalan sesuai prinsip keadilan (fair trial) dan transparansi.
Mereka mendesak agar penyidik menjelaskan secara gamblang dasar penetapan tersangka (apa tindak pidana yang dituduhkan, bukti apa yang mendasarinya) dan menolak logika "siapa yang mendalilkan harus membuktikan" dalam konteks praperadilan, yang menurut mereka bukanlah mekanisme perdata.
Dengan demikian, langkah sejumlah tokoh ini bisa dibaca sebagai usaha memperkuat posisi hukum Nadiem --- dalam artian memberi dukungan argumentatif --- sekaligus mendesak agar institusi hukum memperbaiki cara kerja praperadilan secara umum.
Apa Itu Amicus Curiae? Makna & Fungsi dalam Proses Hukum