Lihat ke Halaman Asli

Marius Gunawan

TERVERIFIKASI

Profesional

Mengapa Jokowi Menyebut Petisi Purnawirawan Sebagai Tempaan Bagi Gibran?

Diperbarui: 5 Mei 2025   12:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jokowi dan Gibran (Antara)

Ketika ratusan purnawirawan militer menandatangani petisi untuk mendesak pelengseran Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, tanggapan Presiden Joko Widodo justru terdengar tenang, bahkan filosofis. "Itu adalah tempaan," kata Jokowi saat ditanya wartawan. Bukannya membela langsung sang putra, Jokowi justru menempatkan badai kritik tersebut dalam kerangka pembelajaran yang lebih luas: bahwa seorang pemimpin harus mampu melewati gelombang tekanan untuk menjadi kuat.

Pernyataan ini bukanlah sikap menghindar dari kritik. Sebaliknya, Jokowi seolah ingin menunjukkan bahwa jalan seorang pemimpin memang penuh ujian. Dan sebagai seseorang yang pernah memulainya dari bawah, ia tahu betul apa arti sebuah "tempaan".

---

Petisi Purnawirawan: Kritik Keras terhadap Arah Demokrasi

Petisi yang dimotori oleh para purnawirawan, seperti Letjen (Purn) Suharto dan kawan-kawan, menuntut sejumlah perubahan drastis. Mulai dari mencopot loyalis Jokowi dari pemerintahan, membatalkan proyek Ibu Kota Nusantara (IKN), hingga mengembalikan UUD 1945 ke versi aslinya. Mereka juga menuding bahwa Gibran naik ke posisi Wapres lewat proses yang tidak etis dan melanggar prinsip demokrasi.

Secara substansi, tuntutan ini menunjukkan kegelisahan terhadap fenomena "dinasti politik" yang kian mencolok. Namun bagi Jokowi, kritik sebesar apapun adalah bagian dari risiko jabatan---dan, bagi Gibran, sebuah latihan berharga.

---

Jokowi dan Filosofi "Tempaan"

Bagi Jokowi, pemimpin yang baik tak lahir dari kenyamanan. Dalam banyak pidato, ia sering mengutip betapa "ombak besar melahirkan nahkoda hebat". Jokowi sendiri bukan sosok yang lahir dari lingkaran elite politik atau militer. Ia adalah "orang biasa" yang mengawali kariernya dari Solo.

Lulusan Fakultas Kehutanan UGM itu pernah menjadi pengusaha mebel. Ia baru terjun ke politik pada 2005, ketika terpilih sebagai Wali Kota Surakarta. Banyak yang meremehkan---tapi justru di sanalah ia mulai menunjukkan kualitas kepemimpinan berbasis kerja nyata: menata pasar tradisional, membuka ruang publik, dan membangun komunikasi yang baik dengan rakyat kecil.

Tantangan makin besar saat ia menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 2012. Jokowi berhadapan langsung dengan birokrasi besar, konflik lahan, serta tekanan dari berbagai kelompok politik. Namun pendekatan "blusukan" dan gaya komunikatifnya membuatnya menonjol.

Puncaknya, Jokowi terpilih menjadi Presiden RI pada 2014---satu-satunya presiden Indonesia yang berasal dari luar lingkaran elite militer dan partai besar. Jalan menuju sana bukan tanpa rintangan. Ia dituduh antek asing, diragukan kapasitasnya, bahkan diterpa isu agama. Tapi ia tetap melaju. Dua periode ia pimpin negara ini, dan hasilnya adalah capaian infrastruktur besar-besaran, serta stabilitas politik di tengah badai global dan pandemi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline