Mohon tunggu...
Harry Dethan
Harry Dethan Mohon Tunggu... Health Promoter

Master of Public Health | Praktisi Perilaku dan Promosi Kesehatan | Menulis dan membuat konten kesehatan, lingkungan, dan sastra | Email: harrydethan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mendukung Program "Ina Kasih" dalam Menjawab Kemiskinan Menstruasi di Kota Kupang

25 September 2025   10:48 Diperbarui: 25 September 2025   14:05 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Period poverty atau kemiskinan menstruasi. (Shutterstock/Nastyaofly)


Fenomena kemiskinan menstruasi (menstrual poverty) masih menjadi isu serius di banyak daerah, termasuk di Kota Kupang. Meski sering dianggap hal sepele, keterbatasan akses perempuan terhadap produk menstruasi berdampak luas, mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga kualitas hidup. Program Ina Kasih (Intervensi Peduli Akses Pembalut Gratis bagi Perempuan Pra-Sejahtera) yang diluncurkan Pemerintah Kota Kupang merupakan jawaban nyata atas persoalan ini.

Bagi sebagian keluarga prasejahtera di Kupang, harga pembalut yang berkisar Rp26 ribu per pax merupakan pengeluaran yang berat. Jika penghasilan keluarga hanya Rp800 ribu per bulan, biaya pembalut dapat menyedot 6,5-13 persen dari pendapatan. Beban ini semakin besar ketika dalam satu rumah terdapat lebih dari satu perempuan usia subur. Dilema yang dihadapi sungguh nyata antara memilih membeli pembalut atau kebutuhan pokok keluarga.

Dampaknya bukan hanya ekonomi, tetapi juga sosial. Banyak remaja putri yang terpaksa absen sekolah saat menstruasi karena keterbatasan akses produk menstruasi. Hal ini berpotensi menurunkan partisipasi pendidikan dan memperlebar kesenjangan gender.

UNICEF Indonesia mencatat bahwa 1 dari 7 anak perempuan di dunia absen sekolah selama masa menstruasi karena tidak memiliki akses memadai terhadap produk menstruasi dan fasilitas sanitasi yang layak. WHO juga menegaskan bahwa kemiskinan menstruasi berhubungan langsung dengan penurunan kualitas kesehatan reproduksi serta meningkatnya risiko infeksi karena penggunaan alternatif yang tidak higienis.

Program Ina Kasih hadir dengan dua tujuan utama. Pertama, menyediakan akses gratis pembalut bagi perempuan prasejahtera usia 10-45 tahun. Kedua, memberikan edukasi kesehatan reproduksi serta menghapus stigma tabu seputar menstruasi. Seperti ditegaskan Wakil Wali Kota Kupang, Serena C. Francis, menstruasi bukanlah sesuatu yang harus disembunyikan, melainkan bagian alami dari kehidupan perempuan yang perlu dibicarakan secara terbuka.

Sumber gambar: Victory News
Sumber gambar: Victory News

Dukungan terhadap program ini sangat penting karena manfaatnya melampaui pemberian bantuan material. Beberapa manfaat yang bisa dicatat antara lain:

  1. Mengurangi beban ekonomi keluarga prasejahtera: Pembalut gratis membantu keluarga mengalokasikan penghasilan terbatas untuk kebutuhan penting lainnya.
  2. Meningkatkan partisipasi pendidikan: Remaja putri tidak perlu lagi absen sekolah saat menstruasi, sehingga kesempatan mereka untuk berprestasi tetap terjaga.
  3. Mendorong kesetaraan gender: Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar ini, perempuan dapat berpartisipasi penuh dalam pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial.
  4. Menghapus stigma: Edukasi kesehatan reproduksi mendorong masyarakat lebih terbuka, sehingga menstruasi tidak lagi dianggap tabu atau memalukan.
  5. Memperkuat martabat kemanusiaan: Akses terhadap produk menstruasi bukan sekadar isu kesehatan, tetapi juga hak asasi dan martabat perempuan.

Program Ina Kasih bukanlah langkah yang berdiri sendiri. Ia sejalan dengan praktik internasional dalam mengatasi kemiskinan menstruasi. Skotlandia, misalnya, menjadi negara pertama di dunia yang pada 2020 mengesahkan undang-undang untuk menyediakan produk menstruasi gratis bagi semua warganya. Sementara di India, beberapa negara bagian telah meluncurkan skema pembagian pembalut gratis di sekolah-sekolah untuk memastikan remaja putri tidak absen saat menstruasi.

Kebijakan semacam ini tidak hanya mengurangi beban ekonomi, tetapi juga menegaskan bahwa akses terhadap produk menstruasi adalah hak dasar, sama pentingnya dengan akses terhadap air bersih atau pendidikan. Kota Kupang melalui Ina Kasih kini menapaki jalan yang sama yakni menempatkan kesehatan reproduksi perempuan sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan.

Tahap awal, program Ina Kasih menyasar 1.275 perempuan prasejahtera di Kota Kupang. Namun, lebih dari sekadar angka, program ini merupakan simbol keberpihakan pemerintah terhadap kelompok yang paling rentan. Dengan pendekatan to govern is to serve, pemerintah menegaskan bahwa hadirnya negara harus dirasakan langsung oleh warganya, terutama perempuan.

Ke depan, dukungan dari berbagai pihak seperti pemerintah pusat, NGO, dunia usaha, hingga komunitas lokal, akan sangat menentukan keberlanjutan program ini. Karena persoalan kemiskinan menstruasi tidak bisa diselesaikan sendirian, melainkan harus melalui kolaborasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun