Dinamika anak muda saat ini dalam bekerja, mulai memperlihatkan adanya pergeseran. Beberapa tahun lalu, perusahaan yang merekrut pekerja baru dikahwatirkan dengan turn over yang tinggi di kalangan pekerja.
Maksudnya, para pekerja yang baru direkrut, yang diharapkan akan meningkatkan produktivitas perusahaan, malah banyak yang resign dan mencari pekerjaan di tempat lain.
Jadi, fenomena atau tren pekerja ramai-ramai pindah kerja (job hopping), menjadi hal biasa di sekitar tahun 2020-2024.
Bahkan, pindah karir seperti itu banyak yang bersifat promosi, dalam arti posisi dan gajinya di tempat baru lebih tinggi dibandingkan dengan di tempat lama.
Kini, muncul fenomena baru di pasar tenaga kerja, yang disebut dengan job hugging. Istilah ini merujuk pada kecenderungan pekerja untuk bertahan di pekerjaan mereka saat ini, meskipun peluang baru di tempat lain lagi terbuka.
Fenomena job hugging kemungkinan besar dipicu oleh ketidakpastian ekonomi global, gejolak politik dalam negeri dan dunia, hingga perlambatan pasar dalam menyerap tenaga kerja.
Korn Ferry, konsultan organisasi global terkenal yang berpusat di Los Angeles, menyebut job hugging sebagai sikap pekerja yang berpegangan pada pekerjaannya sekuat tenaga karena khawatir sulit mendapatkan pekerjaan baru.
Dengan kata lain, job hugging adalah kondisi ketika karyawan terlalu “melekat” pada pekerjaannya, bahkan juga ketika mereka sebetulnya tidak bahagia dengan pekerjaannya itu dan peluang untuk berpindah kerja mereka abaikan.
Fenomena tersebut dilihat dari sisi ilmu manajemen ibarat pedang bermata dua, karena bisa meningkatkan loyalitas, tetapi juga berisiko menimbulkan stagnasi.
Bagi pihak manajemen suatu perusahaan, penting kiranya menciptakan lingkungan kerja yang menyeimbangkan stabilitas dengan tantangan perkembangan karier bagi semua pekerja.