Persidangan kasus wanprestasi terkait proyek Restoran Bebek Tepi Sawah Lampung menyeret aroma busuk mafia tanah. Kuasa hukum Tedy Agustiansjah, Natalia Rusli, menduga ada permainan kotor dalam perkara kasasi No. 61/PDT/2025/PT TJK jo. 167/Pdt.G/2024/PN TJK yang kini bergulir di Mahkamah Agung.
Tedy, pemilik sah tiga bidang tanah strategis di Jl. Jend. Gatot Subroto, Bandar Lampung, justru menjadi korban. Tanahnya dipakai untuk proyek restoran megah dengan dana pribadinya hingga Rp16 miliar lebih, namun pembangunan malah mangkrak. Ironisnya, nama Tedy kini diseret sebagai tergugat, padahal ia bukan pihak yang menandatangani kontrak pembangunan.
Kongkalikong Kontraktor Dengan Penerima Dana Adalah Orang yang Sama
Fakta persidangan mengungkap bahwa dugaan kuat ada rekayasa, penggelapan, hingga pencucian uang yang dijalankan secara sistematis.
Hal itu dibuktikan dari nama-nama yang berada di dalam PT Mitra Setia Kirana, diantaranya Titin sebagai Komisaris Utama, Sellavina yang merupakan anak Titin sebagai Komisaris dan Andy Mulya Halim yang berstatus mantu Titin menjabat Direktur.
Dan menjadikan Hadi Wahyudi sebagai boneka di CV Hasta Karya Nusaphala yang mengaku sebagai kontraktor handal di Lampung.
"Ini jelas modus mafia tanah, menyeret aset sah milik warga demi melanggengkan kepentingan kelompok tertentu," kats Natalia.
Sidang Sarat Kejanggalan
* Sejumlah kejanggalan makin memperkuat dugaan permainan
* Sita jaminan hanya diarahkan pada tanah Tedy, sementara pihak lain dibiarkan lolos.