Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Saat Negara "Hadir" Lewat Siaran Bola

2 Oktober 2025   08:14 Diperbarui: 2 Oktober 2025   08:14 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di era sepak bola industri seperti sekarang, menonton pertandingan sepak bola adalah sesuatu yang cukup absurd. Meski masih menghadirkan berbagai momen spesial, posisinya semakin jauh dari jangkauan. 

Ada paket berlangganan yang harganya konsisten naik secara eksponensial, sampai izin nonton bareng yang semakin ribet. Alhasil, sepak bola yang dulunya sangat membanggakan inklusivitas, justru menjadi semakin terlihat eksklusif.

Berangkat dari situasi inilah, fenomena menonton siaran digital ilegal tumbuh. Bagi pemilik hak siar resmi, ini adalah satu kejahatan, tapi bagi (setidaknya sebagian) masyarakat, ini adalah sebentuk protes sekaligus koreksi. 

Dalam situasi yang serba absurd, masyarakat butuh hiburan, dengan sepak bola menjadi salah satu pilihan. Tapi, ruang bebas hiburan ini perlahan sirna, ketika harga paket berlangganan cenderung terus berlawanan dengan daya beli masyarakat.

Bayangkan, di saat daya beli masyarakat konsisten turun akibat digerus inflasi dan kenaikan harga kebutuhan pokok, harga paket berlangganan nonton bola konsisten naik, dari ratusan ribu sampai ke angka jutaan rupiah. Para penyedia jasa layanan streaming seperti tak peduli dengan keadaan di luar sana.

Jika kualitasnya konsisten dan oke, mungkin kenaikan harga itu bisa diterima. Tapi, ketika kualitas itu tidak sesuai harga, pantaskah memasang kenaikan harga sebegitu tinggi?

Logikanya tidak, tapi realitanya, harga tetap naik. Padahal, infrastruktur yang ada belum tentu siap. Di Indonesia, fenomena ini pernah terjadi di Piala Dunia 2022, dan fatalnya langsung terjadi di partai final, yang secara permainan sangat epik. Meski hanya terjadi dalam hitungan menit, gangguan itu malah berkembang menjadi satu memori tersendiri. 

Di sini, kesalahan teknis erap menjadi sesuatu untuk dimaklumi, sementara hak konsumen belum benar-benar dihargai secara layak. Tindakan baru ada, setelah kata viral berbicara.

Maka, ketika TVRI ditunjuk menjadi pemegang hak siar resmi Piala Dunia 2026 untuk wilayah Indonesia, rasanya ini seperti sebuah anomali, karena tak ada lagi harga paket berlangganan, apalagi izin nonton bareng yang ribet. 

Untuk pertama kalinya sejak pergantian milenium, negara bisa "hadir" buat masyarakat lewat tontonan Piala Dunia, dan "mengembalikan" citra klasik sepak bola sebagai hiburan rakyat, sebelum era kapitalisasi hak siar merajalela.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun