Lihat ke Halaman Asli

Hendi Setiawan

TERVERIFIKASI

Kompasianer

Kyai Haji di Jawa dan Ajengan di Sunda

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebuah artikel menarik di Kompasiana tentang pemberian gelar Kyai Haji honoris causa oleh takmir masjid dan masyarakat Ploso Kuning, Sleman, kepada Mahfud MD. Pada kesempatan yang sama Mahfud MD mengatakan bahwa ia sebenarnya belum pantas menyandang titel Kyai Haji tersebut.

Penyebutan gelar Kyai Haji honoris causa oleh KH Ali As'ad, pengasuh Pondok Pesantren Nailul Ula Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta, semula saya tafsirkan sebagai guyon, tapi ternyata bila melihat foto dan upacara pengalungan sorban pada Mahfud MD, penyebutan gelar Kyai Haji honoris causa saat itu tampaknya hal yang serius.

Pemberian gelar Kyai Haji (KH) bagi seorang ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur bagi seseorang diberikan kepada seorang ulama yang mendalami agama Islam dan biasanya mengasuh pondok pesantren.  Gelar KH itu yang memberikan adalah masyarakat.   Biasanya ulama yang dinobatkan masyarakat sebagai Kyai Haji, memang sudah pernah naik haji ke Mekkah.   Di Jawa Barat, orang Sunda menyebut ulama yang dianggap tinggi ilmu agama Islamnya dengan sebutan Ajengan.  Seorang ajengan sama dengan seorang KH biasanya mengasuh pondok pesantren dan berpengaruh di lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

Sebutan KH bagi seseorang  mengalir begitu saja, tanpa upacara, tahu-tahu sebutan KH untuk seseorang melekat di depan namanya, sebagai pengakuan masyarakat.   Tahun 1970an masyarakat Indonesia mengenal Gus Dur sebagai Gus Dur atau Abdurrahman Wahid, belum ada sebutan KH di depan namanya.  Sebutan KH di depan namanya entah mulai kapan, mungkin disosialisasikan oleh media cetak, akhirnya gelar KH melekat saja dengan nama Abdurrahman Wahid.  Itulah penghargaan masyarakat.

Contoh lain untuk almarhum  Zainuddin MZ yang dijuluki da'i sejuta umat, pada awal karirnya sebagai penceramah tak pernah disebut Kyai Haji, cukup disebut Haji karena beliau sudah pernah naik haji. Mungkin kita lupa sejak kapan Zainuddin MZ namanya ditambahi KH, tak ada yang memprotes karena sebutan KH itu sebagai penghargaan masyarakat.    Demikian pula Aa Gym semula hanya disebut Aa Gym saja, penceramah agama Islam yang juga mengasuh pondok pesantren di Geger Kalong, Bandung.  Lama-lama dengan kepopulerannya masyarakat dan media massa menambahkan gelar KH didepan namanya sebagai penghargaan tanpa ijazah, KH Abdullah Gymnatsiar namun sebutan Aa Gym tetap lebih populer.

Untuk Aa Gym gelar KH sebenarnya agak menyimpang dari kebiasaan, seorang pengasuh Pondok Pesantren dan penceramah agama Islam terkenal, di Jawa Barat biasanya digelari masyarakat sebagai Ajengan atau Mualim, bukan Kyai Haji.   Anomali sebutan juga terjadi di Bogor, misal dua ulama Bogor yang sudah almarhum disebut KH, yaitu KH Abdullah bin Nuh dan KH Soleh Iskandar, mungkin karena kedua ulama ini seperti Aa Gym dikenal masyarakat pada era dimana sebutan Kyai Haji lebih memasyarakat, terutama di pulau Jawa.  Contoh ulama Jawa Barat yang masih dikenal dengan sebutan ajengan adalah Ajengan Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin, yang terkenal dengan panggilan Abah Anom dari Tasikmalaya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline