Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kyai Haji di Jawa dan Ajengan di Sunda

9 Juni 2013   08:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:19 2373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebuah artikel menarik di Kompasiana tentang pemberian gelar Kyai Haji honoris causa oleh takmir masjid dan masyarakat Ploso Kuning, Sleman, kepada Mahfud MD. Pada kesempatan yang sama Mahfud MD mengatakan bahwa ia sebenarnya belum pantas menyandang titel Kyai Haji tersebut.

Penyebutan gelar Kyai Haji honoris causa oleh KH Ali As'ad, pengasuh Pondok Pesantren Nailul Ula Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta, semula saya tafsirkan sebagai guyon, tapi ternyata bila melihat foto dan upacara pengalungan sorban pada Mahfud MD, penyebutan gelar Kyai Haji honoris causa saat itu tampaknya hal yang serius.

Pemberian gelar Kyai Haji (KH) bagi seorang ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur bagi seseorang diberikan kepada seorang ulama yang mendalami agama Islam dan biasanya mengasuh pondok pesantren.  Gelar KH itu yang memberikan adalah masyarakat.   Biasanya ulama yang dinobatkan masyarakat sebagai Kyai Haji, memang sudah pernah naik haji ke Mekkah.   Di Jawa Barat, orang Sunda menyebut ulama yang dianggap tinggi ilmu agama Islamnya dengan sebutan Ajengan.  Seorang ajengan sama dengan seorang KH biasanya mengasuh pondok pesantren dan berpengaruh di lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

Sebutan KH bagi seseorang  mengalir begitu saja, tanpa upacara, tahu-tahu sebutan KH untuk seseorang melekat di depan namanya, sebagai pengakuan masyarakat.   Tahun 1970an masyarakat Indonesia mengenal Gus Dur sebagai Gus Dur atau Abdurrahman Wahid, belum ada sebutan KH di depan namanya.  Sebutan KH di depan namanya entah mulai kapan, mungkin disosialisasikan oleh media cetak, akhirnya gelar KH melekat saja dengan nama Abdurrahman Wahid.  Itulah penghargaan masyarakat.

Contoh lain untuk almarhum  Zainuddin MZ yang dijuluki da'i sejuta umat, pada awal karirnya sebagai penceramah tak pernah disebut Kyai Haji, cukup disebut Haji karena beliau sudah pernah naik haji. Mungkin kita lupa sejak kapan Zainuddin MZ namanya ditambahi KH, tak ada yang memprotes karena sebutan KH itu sebagai penghargaan masyarakat.    Demikian pula Aa Gym semula hanya disebut Aa Gym saja, penceramah agama Islam yang juga mengasuh pondok pesantren di Geger Kalong, Bandung.  Lama-lama dengan kepopulerannya masyarakat dan media massa menambahkan gelar KH didepan namanya sebagai penghargaan tanpa ijazah, KH Abdullah Gymnatsiar namun sebutan Aa Gym tetap lebih populer.

Untuk Aa Gym gelar KH sebenarnya agak menyimpang dari kebiasaan, seorang pengasuh Pondok Pesantren dan penceramah agama Islam terkenal, di Jawa Barat biasanya digelari masyarakat sebagai Ajengan atau Mualim, bukan Kyai Haji.   Anomali sebutan juga terjadi di Bogor, misal dua ulama Bogor yang sudah almarhum disebut KH, yaitu KH Abdullah bin Nuh dan KH Soleh Iskandar, mungkin karena kedua ulama ini seperti Aa Gym dikenal masyarakat pada era dimana sebutan Kyai Haji lebih memasyarakat, terutama di pulau Jawa.  Contoh ulama Jawa Barat yang masih dikenal dengan sebutan ajengan adalah Ajengan Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin, yang terkenal dengan panggilan Abah Anom dari Tasikmalaya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun