Kekayaan alam Selat Sunda memang tak ada habisnya. Setelah genap satu tahun yang lalu saya mengunjungi Kawasan Cagar Alam Krakatau, -ditengah hiruk pikuk jadwal kerja - akhirnya awal Mei lalu saya beserta rekan kerja memutuskan untuk mengunjungi lagi selat yang memutus Pulau Jawa dan Sumatera Itu. Kali ini bukan Krakatau, tapi Pulau Sangiang. Kami berangkat dari Jakarta tengah malam dan menginap di rest area di Pantai Anyer. Kami merencanakan liburan ini tanpa travel agent, tanpa organizer dan hanya mendapat informasi dari guide dan internet
Nama Sangiang mungkin tidak se-familiar Krakatau. Jika Anda pernah mendengar wacana pembangunan Jembatan Selat Sunda, maka jika jembatan tersebut terealisasi, Pulau Sangiang akan menjadi salah satu tapak pilarnya.
Karena letaknya tepat ditengah Selat Sunda, Pulau ini terbilang sangat mudah untuk dijangkau dari Pantai Anyer.Jika anda adalah tipe traveler yang ingin berlibur jarak dekat tanpa harus mengambil jatah cuti, Sangiang bisa menjadi alternatif.
Dari dermaga Paku atau dermaga Sangiang di Anyer, perjalanan laut ditempuh selama kurang lebih satu jam dengan menggunakan kapal khusus wisata (pengunjung bisa mencari agennya di sekitar Anyer). Pilihlah waktu perjalan Pagi sebelum ombak tinggi atau kita akan dibuat sedikit mabuk. Kami berangkat pukul 08.00 saat ombak masih tenang dan lautan masih dihiasi matahari keemasan.
Saat terbangun di Anyer, kami sudah disuguhi pemandangan unik ini (Dok. Prbadi)
Perahu akan membawa pengunjung ke arah utara,begitu lepas dari bibir pantai Anyer, Pulau yang luasnya sekitar 700 Ha itu sudah bisa terlihat dari kejauhan. Sebelum mengunjungi pelabuhan dan pemukiman utama Pulau Sangiang, pengunjung dapat melihat keindahan tebing-tebing curam di sisi barat Pulau, batuan karst dan karang membuat struktur yang unik. Bukit-bukit vertikal yang curam dihantam ombak tenang dari laut lepas membuat pulau ini terlihat seperti pulau-pulau di Ha Long Bay atau di Raja Ampat.
Unik. Meski tak se-spektakuler Halong Bay atau raja Ampat (Dok. Pribadi)
Kedondong : Hutan Mangrove dan Spot Snorkeling
Begitu tiba di Pulau Sangiang, Kang Rasmin (guide kami)langsung membawa kapalnya ke sebuah teluk yang ditumbuhi vegetasi mangrove yang rapat danmasih sangat asli. Daun mangrove yang hijau muda diterpa teriknya matahari, sulur ranting dan tekstur akar yang menarik membuat padu padan pemandangan flora yang memukau.
Hutan Magrove yang masih asli (Dok.Pribadi)
Kapal berjalan perlahan menyusuri hutan mangrove ini, Kang Rasmin yang merangkap navigator memelankan kapalnya, permukaan payau yang dangkaldan banyaknya kayu silang menyilang membuat nahkoda harus ekstra hati-hati agar kapal tidak kandas. Saat kapal melambat, Warna air payau ini semakin terlihat aslinya, hijau bening,Pantulan air yang begitu jernih membuat bayangan mangrove berpadu dengan biru cerahnya langit. Kang Rasmin membawa kapal ke sebuah rumah apung untuk bersiap mengunjungispot selanjutnya.
Kami tiba di tempat snorkeling pertama pukul 10 saat gelombang belum meninggi dan matahari sedang terik namun suhu belum terasa panas. Tak menunggu lama, kami langsung menceburkan diri ke laut. Tepat saran Kang Rasmin untuk snorkeling pada pagi menjelang siang, selain karena masih bersahabatnya gelombang, juga warna air yang masih jernih belum terkontaminasi air dari sungai atau payau.
Karena air begitu jernih, tak sulit menemukan hewan-hewan eksotis saat snorkeling. Mulai dari ikan clownfish, butterfly fish, surgeonfish dan beberapa jenis kerapu bahkan diantara kami ada yang mengaku melihat penyu, semoga bukan halusinasi. Pertunjukan memukau datang dari ratusan ikan mungil -yang entah apa namanya- melompat-lompat keatas permukaan dan memantulkan warna silver terkena terpaan sinar matahari, sungguh meriah!
Anemon laut dan Clownfish (Dok. Pribadi)
Ratusan ikan yang agak besar berkoloni dan lalu lalang disekitar lautan dangkal. Ikan tersebut menghuni terumbu karang yang unik dan terbilang cukup beragam, mulai dari brain coral, Plate coral, staghorn coral, beberapa macam polyps hingga table coral yang cukup besar.
Salah satu penampakan Plate Coral (Montipora) (Dok. Priadi)
Sayangnya di beberapa tempat terdapat banyak karang yang patah, mungkin karena tambatan jangkar yang dilempar oleh beberapa kapal wisata atau ulah jahil para penyelam yang menyentuh bahkan menginjak terumbu-terumbu karang yang malang ini. Hal yang lebih parah terdapat beberapa terumbu karang yang tersangkut sampah dan jaring, sungguh menyedihkan.
Lagon Waru dan Lagon Bajo, Masih tempat Snorkeling
Betul kata guide kami, saat matahari meninggi dan ombak mulai tidak tenang, kondisi laut menjadi agak sedkit keruh. Jarak pandang menjadi lebih pendek dan gelombang laut sedikit mengganggu. Kami tiba di dua spot ini menjelang pukul 12.00.
Selain masalah jarak pandang, saat kami tiba di kedua spot ini, kami disambut dengan hamparan sampah yang sangat menganggu pemandangan. Menurut Kang Rasmin, sampah ini terbawa angin timur yang memang sedang ganas-ganasnya berhembus pada awal Mei. Sampah ini bukan dari Sangiang, melainkan dari Pulau Jawa! Sebagian besar Jakarta!
Akitbat sampah dan keruhnya air, beberapa spot yang menampilkan si cantik anemon plus clownfish nya tak terlalu jelas terlihat. Beberapa manuver ducking perlu dilakukan untuk melihat terumbu karang dengan lebih jelas dan dekat. Meski keruh namun di beberapa bagian dangkal, kita masih bisa melihat berbagai macam koloni ikan yang lalu lalang di sekitar terumbu karang.
Pantai Pasir Panjang
Guide kami memilihkan lokasi homestay disekitar dusun utama. Wilayah yang masuk ke dalam kecamatan Cikoneng ini merupakan koloni penghuni pertama Pulau Sangiang.Kini, pulu Sangiang dihuni lebih dari 100 kepala keluarga yang berasal dari Sunda, Jawa dan Lampung.
Dusun utama terletak hanya 500 m dari Pasir Panjang. Pasir panjang bisa dijangkau setelah tracking mnyusuri perkebunan kelapa dan beberapa vegetasi semak. Awalnya kami berekspektasi homestay yang akan ditiinggali persis di depan pantai, namun ternyata masih harus berjalan sekitar 15 menit lagi.
Pantai pasir panjang memiliki bentang ruang cukup menarik dan menjadi salah satu andalan Pulau Sangiang. Di sebelah timur pengunjung akan disuguhi pemandangan tebing dengan tekstur batuan yang terjal. Batuan tebing ini menjadi latar vegetasi pantai seperti kayu jenis ketapang dan beberapa jenis baringtonia.
Pemandangan di Pasir Panjang (Dok Pribadi)
Diantara tebing terdapat pantai dengan pasir putih yang landai dan berombank agak kencang. Lagi –lagi sampah menjadi faktor yang paling menganggu pemandangan. Jika air sedang surut, di pantai ini kita bisa melihat beragam jenis terumbu karang tanpa harus menyelam. Selian terumbu karang, di bibir pantai yang tengah surut, kita juga bisa melihat beragam ikan hias yang terjebak dalam cekungan terumbu karang.
Waktu terbaik mengunjungi pantai Pasir panjang adalah saat matahari tenggelam. Matahari akan hilang di balik tebing di sebelah barat, cahaya keemasannya akan memantul di permukaan laut dan menyinari tebing-tebing batu di sisi timur.
Sunset di Pasir Panjang
Puncak Tanjung Harapan
Tanjung harapan merupakan salah satu spot yang harus dikunjungi di Pulau Sangiang. Melihat terjalnya tebing-tebing yang langsung jatuh ke laut lepas akan membuat mata kita terpukau dan tak henti ingin melihat lanskap alam ini. Tanjung Harapan merupakan puncak yang diberi nama oleh pemuda sekitar untuk menarik minat wisatawan.
Dari puncak ini, pengunjung bisa melihat keindahan pantai Pasir Panajng dan beberapa tebing di sekitar sisi barat pulau Sangiang. Untuk meencapai puncak ini, dibutuhkan tracking selama kurang lebih 45 menit. Jalur yang agak terjal mengharuskan kita memakai sandal atau sepatu tracking. Jangan lupa membawa lotion anti nyamuk, tracking akan membawa pengunjung ke tengah belantara Sangiang yang sarat akan nyamuk dengan gigitan yang cukup ganas.
Pemandangan dari atas Tanjung Harapan (Dok. Pribadi)
Goa Kelelawar
Saat membaca review tentang pulau ini, saya sempat membaca deskripsi mengenai goa kelewar. Awalnya saya berekspektasi bisa memasukinya dan melakukan caving, namun ternyata goa ini dipenuhi arus laut yang begitu deras dan cukup berbahaya. Goa terbentuk mungkin dari gerusan arus laut yang lama kelamaan membantuk alur dan melubangi rongga di dalam batu karang. Goa ini tembus hingga areal daratan dan mengirimkan deburan ombak yang terasa masih deras di ujung goa.
Goa Kelelawar dari sisi laut (Dok. Pribadi)
Goa kelelawar, -seperti namanya- dihuni ratusan kelelawar yang menggantung di dinding atas goa. Saat ada keleawar yang jatuh ke laut, belasan koloni ikan hiu, cucut dan ikan predotor lainnya akan menangkap seketika keleawar yang tak kuat berpegangan, terpeleset atau mungikn tertabrak dinding goa sehingga jatuh ke laut. Atraksi yang cukup unik.
Bahkan Jika beruntung, pengunjung akan melihat gerombolan biawak yang juga turut meramaikan berpesta keleawar bersama ikan cucut dan hiu di bawah sana.
Karena menembus batu karang, Goa keleawar dapat diakses dari sisi laut maupun sisi hutan Pulau Sangiang. Dengan berjalan selama satu jam dari dusun utama, menyusuri jalan setapak yang cukup terjal pengunjung sudah dapat melihat keunikan goa satu ini.
Saat mengunjungi goa keleawar, jangan lupa mengenakan pakaian berlengan panjang atau membawa lotion anti nyamuk, lagi-lagi nyamuk di pualu Sangiang begitu ganas dan cukup mengganggu pengunjung yang hendak menikmati keunikan goa ini.
***
Secara kualitas, Sangiang menyuguhkan bentang alam yang original dan cukup lengkap. Jika anda tipe traveler yang menginginkan paket 3 in 1, Pulau Sangiang bisa menjadi salah satu alternatif. Wisata budaya dengan melihat keunikan cara hidup penduduk Sangiang, wisata pantai dan bawah laut, plus wisata naik-naik ke puncak bukit dan tracking menuju goa menjadi daya tarik tersendiri Pulau Sangiang.
Di tengah eksotismenya, masalah sampah menjadi salah satu hal minus dari pulau ini. Pemuda setempat mengajak saya untuk turut bersama memikiran bagaimana mengatasi tumpukan sampah yang terlanjur mengotori wilayah Sangiang. Semoga ada jalan keluar.
Selain itu, karena masih baru dikenal, fasilitas di pulau ini amat sangat terbatas. Pengunjung akan merasakan Sulitnya fasilitas MCK, sinyal telpon seluler dan keterbatasan listrik. Jadi sebelum berkunjung, pastikan semuanya dalam keadaan siap, termasuk mengisi penuh daya gadget anda. Untuk masalah ketiadaan sinyal selular, justru hal ini menjadi nilai plus karena pengunjung akan fokus pada pemandangan alam dan sedikit berhenti dari rutinitas media sosial.
Selamat mencoba!
The Traveler! (Dok. Pribadi)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI