Pandangan Baruch Spinoza (1632-1677) mengenai pemberian jabatan dan pemerintahan sangat rasional dan pragmatis. Meskipun ia tidak secara langsung membahas "koneksi," filosofi politiknya secara kuat mendukung prinsip-prinsip yang menolak kekuasaan yang didasarkan pada emosi, ketidakmampuan, atau kepentingan pribadi.
Menurut Spinoza, penentu utama adalah kekuatan pikiran (akal budi) dan stabilitas negara, bukan koneksi pribadi.
1. Kekuasaan Berbasis Kekuatan (Power as Right)
Spinoza, seperti Thomas Hobbes, memulai dari konsep bahwa hak alamiah (ius naturae) setiap individu sebanding dengan kekuatan (power) yang dimilikinya (right is power).
 * Dalam konteks politik, negara dibentuk bukan karena kontrak sosial yang didasari rasio murni, melainkan karena dorongan alami manusia (conatus) untuk bertahan hidup dan mencapai kedamaian.
 * Implikasi pada Jabatan: Jabatan harus diisi oleh mereka yang paling efektif dalam mempertahankan eksistensi negara dan menjamin kedamaian. Ini secara implisit menolak orang-orang yang hanya memiliki koneksi tetapi lemah kekuatannya (baik kekuasaan fisik maupun intelektual).
2. Penolakan Emosi dan Dukungan Akal Budi (Rasio)
Dalam karyanya Ethics, Spinoza berpendapat bahwa manusia yang bertindak berdasarkan emosi pasif (passions---seperti ambisi pribadi, iri hati, atau ketakutan) adalah manusia yang terikat dan tidak bebas.
 * Pemerintahan Stabil: Spinoza berpendapat bahwa stabilitas negara tidak boleh bergantung pada itikad baik penguasa, tetapi harus diatur sedemikian rupa sehingga penguasa, baik dibimbing oleh akal budi maupun nafsu, tidak dapat bertindak curang atau tercela.
 * Melawan Koneksi Emosional: Koneksi (nepotisme) sering kali merupakan manifestasi dari emosi pasif (kasih sayang yang tidak rasional terhadap kerabat atau keinginan untuk memperkaya kelompok sendiri). Spinoza akan melihat ini sebagai kelemahan yang membuat negara menjadi tidak stabil dan rentan terhadap pemberontakan.
 * Kepala Negara Ideal: Kepala negara harus menggunakan akal budi (reason) untuk membuat kebijakan yang menyatukan dan melindungi kebebasan berpikir warganya.
3. Keunggulan Demokrasi
Spinoza cenderung merekomendasikan Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan terbaik.
 * Kedaulatan Rakyat: Dalam demokrasi, kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat, dan semua orang dianggap setara di hadapan hukum.
 * Meritokrasi Alamiah: Demokrasi memberikan peluang bagi ide-ide terbaik (yang dihasilkan oleh akal budi) untuk muncul dan diadopsi, karena kekuasaan dibagi. Sistem ini secara struktural lebih sulit dikuasai oleh kepentingan tunggal (koneksi/golongan) dibandingkan Monarki atau Aristokrasi yang rawan tirani.
> Kesimpulan Menurut Spinoza: Jabatan seharusnya diberikan berdasarkan kriteria yang menjamin stabilitas negara, kedamaian, dan kebebasan berpikir---yang hanya dapat dicapai melalui akal budi (rasio). Menggunakan koneksi yang didasari emosi pasif (nepotisme) adalah tindakan yang tidak rasional, melemahkan kekuatan negara, dan berlawanan dengan tujuan hakiki dari politik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI