Mohon tunggu...
Leon Aditya Wicaksono
Leon Aditya Wicaksono Mohon Tunggu... Mahasiswa

Yuh

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

3 Kasus, 3 Masalah Berbeda

14 Oktober 2025   13:50 Diperbarui: 14 Oktober 2025   13:50 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

F. Rahardi menggunakan metafora "Fobia Ulat Bulu di Republik Hantu" untuk menegaskan bahwa akar masalah Indonesia kini adalah kemerosotan integritas para elite, bukan sekadar kerusakan alam. Gagasan ini disampaikan secara personal dan observatif, diperkuat dengan bukti lapangan yang kuat, menjadikan argumennya meyakinkan. Fobia massal yang digambarkan dalam tulisan adalah cermin hilangnya kepercayaan publik dan ketidakpastian politik. Jika ketakutan kolektif ini terus dipelihara, hanya akan memperburuk kondisi sosial dan merugikan masyarakat secara luas.

Kasus pagar laut ilegal sepanjang 30,16 kilometer disoroti sebagai sandiwara pengusutan yang seharusnya mudah diurai karena melibatkan banyak pihak. Editorial ini tidak hanya mengkritik kegagalan pemerintah, tetapi juga memberikan instruksi konkret bagi Presiden untuk bertindak tegas. Kasus ini adalah tolok ukur kredibilitas bagi pemerintah. Sentimen publik terhadap proyek semacam PIK 2 Tropical Coastland harus direspons dengan pengusutan tuntas hingga ke aktor intelektual; jika dibiarkan berlarut, hal itu akan mengancam stabilitas sosial dan kepercayaan publik.

Kasus Kekosongan Keteladan. Artikel ini menunjukkan adanya krisis keteladanan (vacuum of leadership) akibat sulitnya menemukan pemimpin yang berjuang demi kepentingan rakyat, bukan keuntungan pribadi. Penulis merasakan kehilangan besar atas figur moral seperti Bung Hatta, Buya Syafii Maarif, atau Gus Dur. Dengan menggunakan refleksi sejarah (Reformasi 1998), penulis mengingatkan bahwa bangsa ini punya modal untuk berubah. Namun, tanpa adanya figur pemimpin yang berintegritas, mustahil bangsa ini keluar dari pusaran masalah klasik yang terus berulang, mulai dari ketimpangan ekonomi hingga lemahnya penegakan hukum. Oleh karena itu, diperlukan gerakan kolektif untuk memantik kelahiran pemimpin yang benar-benar mencerminkan nilai keadilan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun