Bangsa Nusantara ini pun dulunya terdiri banyak kerajan-kerajaan kecil maupun besar yang juga sering saling berperang, sehingga selalu timbul dan tenggelam dalam kemajuan peradaban. Penjajahan yang dirasakan secara bersama-sama oleh berbagai bangsa di Nusantara menimbulkan rasa senasib sepenanggungan yang memunculkan kesadaran dan semangat persatuan agar kuat melawan penjajahan asing yang merusak dan mengeruk kekayaan negeri-negeri Nusantara.
Sebelum kolonialisme, Nusantara terdiri dari berbagai kerajaan dan kesultanan yang sering kali bersaing, berperang, atau bahkan bersekutu satu sama lain. Kerajaan-kerajaan besar seperti Sriwijaya, Majapahit, Demak, Mataram Islam, Aceh, Ternate-Tidore, Makassar (Gowa-Tallo), dan lainnya memiliki masa kejayaan masing-masing, tetapi juga mengalami konflik yang menyebabkan naik-turunnya peradaban di wilayah ini.
Namun, saat penjajah datang dan mulai menguasai Nusantara, kesadaran kolektif tentang musuh bersama mulai muncul. Sebelum era kolonialisme, konflik lebih banyak terjadi antar kerajaan. Tapi ketika Belanda mulai menerapkan kebijakan yang merugikan banyak wilayah, rasa senasib dan sepenanggungan pun tumbuh.
Bagaimana Penjajahan Memicu Kesadaran Nasional?
Perlawanan Awal Masih Bersifat Kedaerahan
- Pada awalnya, perlawanan terhadap Belanda dilakukan secara lokal dan sporadis, misalnya:
- Perang Diponegoro (1825-1830) di Jawa.
- Perang Padri (1803-1838) di Sumatra Barat.
- Perang Aceh (1873-1912) yang berlangsung sangat lama.
- Sayangnya, karena belum ada rasa persatuan yang kuat antar wilayah, perlawanan ini sering kali bisa dipatahkan oleh Belanda dengan strategi "Devide et Impera" (politik pecah belah).
- Pada awalnya, perlawanan terhadap Belanda dilakukan secara lokal dan sporadis, misalnya:
Politik Etis dan Munculnya Kaum Terpelajar
- Pada awal abad ke-20, Belanda mulai memberikan sedikit akses pendidikan bagi pribumi melalui Politik Etis.
- Dari sini, muncullah kaum terpelajar yang kemudian menjadi tokoh kebangkitan nasional, seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan lainnya.
- Pendidikan ini juga membawa gagasan baru, termasuk konsep nasionalisme dan perjuangan kolektif.
Berdirinya Organisasi Nasional
- Jika sebelumnya perjuangan bersifat kedaerahan, maka pada awal abad ke-20 mulai muncul organisasi yang berbasis kesadaran nasional, seperti:
- Budi Utomo (1908) -- organisasi pertama yang membangkitkan kesadaran nasional.
- Sarekat Islam (1911) -- memperluas kesadaran nasional di kalangan pedagang dan umat Islam.
- Indische Partij (1912) -- organisasi politik yang menuntut kemerdekaan dari Belanda.
- PNI (1927, oleh Soekarno) -- yang mulai terang-terangan memperjuangkan kemerdekaan.
- Jika sebelumnya perjuangan bersifat kedaerahan, maka pada awal abad ke-20 mulai muncul organisasi yang berbasis kesadaran nasional, seperti:
Sumpah Pemuda 1928: Puncak Kesadaran Nasional
- Pada 28 Oktober 1928, para pemuda dari berbagai daerah menyatakan Sumpah Pemuda, yang menjadi titik balik penting dalam sejarah nasionalisme Indonesia:
- Satu Tanah Air: Indonesia.
- Satu Bangsa: Indonesia.
- Satu Bahasa: Indonesia.
- Ini menunjukkan bahwa perlawanan terhadap penjajah bukan lagi sekadar perlawanan kerajaan atau etnis tertentu, tetapi sudah menjadi perjuangan satu bangsa.
- Pada 28 Oktober 1928, para pemuda dari berbagai daerah menyatakan Sumpah Pemuda, yang menjadi titik balik penting dalam sejarah nasionalisme Indonesia:
Perlawanan Bersama Melawan Penjajahan
- Pada era 1930-an hingga 1940-an, gerakan nasional semakin kuat, hingga akhirnya:
- Perlawanan bersenjata melawan Belanda dan Jepang semakin terorganisir.
- Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
- Setelah kemerdekaan, meskipun Belanda masih berusaha kembali (Agresi Militer 1947 dan 1948), rakyat Indonesia dari berbagai daerah bersatu mempertahankan kemerdekaan.
- Pada era 1930-an hingga 1940-an, gerakan nasional semakin kuat, hingga akhirnya:
Kesimpulan