Malam itu, suasana Balai Desa terasa hangat oleh obrolan santai beberapa ibu. Seperti biasa, obrolan mereka mengalir dari harga cabai hingga nasib anak-anak yang sebentar lagi lulus sekolah. Tiba-tiba, seorang ibu yang dikenal sangat vokal dan dihormati, Ibu Kartini, menyela perbincangan dengan nada penuh kepastian. "Kepala Desa-nya biar Pak Hasan saja. Kalau Mas Arif terlalu muda."
Sontak, ibu-ibu yang lain mengangguk setuju dan mengamini ajakan itu. Tak perlu waktu lama, malamnya, hasil pemilihan mengukuhkan kemenangan telak bagi Pak Hasan atas Mas Arif.
Apakah pembaca sering menyaksikan atau bahkan mengalami peristiwa serupa di lingkungan Anda? Sebuah keputusan besar, atau bahkan nasib sebuah organisasi, ditentukan bukan oleh debat formal, melainkan oleh bisikan atau konsensus informal di antara wanita-wanita berpengaruh. Atau, jangan-jangan, Anda sendiri adalah salah satu pelakunya?
Fenomena inilah yang kita sebut sebagai peran "A Power Broker Woman". Julukan ini merujuk pada seorang wanita yang memiliki hasrat kuat untuk mengendalikan sebuah perkumpulan, organisasi, atau komunitas, namun ia memilih jalur "balik layar" untuk mewujudkan syahwatnya.
Mereka sangat jarang mau berkecimpung langsung sebagai pemimpin formal kelompok tersebut, menolak jabatan, dan menghindari sorotan langsung.
Peran sebagai broker dijalankan dalam setiap pengambilan keputusan: mengatur sana-sini, mengarahkan kebijakan, memengaruhi hasil, tetapi tanpa pernah mau dicap sebagai "orang berpangkat." Ia sering melontarkan kalimat santai, "Aku sih sorak-hore aja," untuk menepis anggapan bahwa ia sedang memegang kendali.
Namun, pada praktiknya, ia menjalankan peran vital sebagai pembisik (whisperer), layaknya penasihat tersembunyi yang mengatur laju roda kekuasaan.
Peran ini seringkali memerlukan kecerdasan kognitif yang tinggi dan, tak jarang, didorong oleh kepedulian sosial yang tulus terhadap nasib kelompoknya. Pertanyaannya kemudian muncul: mengapa individu-individu cerdas dan peduli ini hanya mau berperan sebagai power broker woman alih-alih menjadi pemimpin langsung?
Tiga Alasan di Balik Layar
Pilihan untuk berada di balik layar bukanlah tanpa alasan. Ada setidaknya tiga faktor utama yang mendorong seorang wanita untuk menjalankan peran sebagai power broker dan bukan pemimpin formal.
1. Keterbatasan Waktu dan Prioritas Diri