Isu hak cipta kembali menjadi sorotan publik setelah maraknya teguran dan somasi yang diterima pelaku usaha seperti kafe, restoran, hotel, hingga pusat kebugaran di Indonesia. Pemicu utamanya adalah pemutaran lagu di ruang komersial tanpa izin dan tanpa membayar royalti kepada pemegang hak cipta. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menegaskan bahwa karya musik yang diputar di ruang publik komersial wajib mendapatkan izin dan membayar imbalan yang layak.
Aturan ini dibuat untuk menghargai jerih payah para musisi yang kerap kali hak ekonominya terabaikan. Musik bukan sekadar hiburan, ia adalah hasil kreativitas, waktu, dan tenaga yang layak mendapat penghargaan finansial. Royalti menjadi salah satu sumber penghidupan bagi pencipta lagu, penyanyi, hingga produser.
Namun, bagi pelaku usaha, kewajiban ini seringkali menimbulkan dilema, terutama bagi bisnis skala kecil yang margin keuntungannya tipis. Terlebih, yang terkena kewajiban royalti bukan hanya musik dari penyanyi dalam negeri. Musik luar negeri pun memiliki perlindungan hak cipta yang sama, bahkan rekaman suara burung atau alam tertentu yang digunakan dalam karya komersial bisa saja berstatus berhak cipta.
Di tengah kondisi tersebut, musik buatan Artificial Intelligence (AI) bisa mulai menjadi alternatif yang menarik. Berbeda dari karya konvensional yang terikat hak cipta sejak awal, status musik AI masih menjadi perbincangan di dunia, sehingga saat ini penggunaannya cenderung lebih fleksibel. Hal ini membuka peluang besar bagi pelaku usaha untuk memanfaatkannya tanpa khawatir berurusan dengan sengketa hak cipta.
Keunggulan musik AI bukan hanya pada fleksibilitas lisensi, tetapi juga pada kemampuannya menghadirkan personalisasi tanpa batas. Pemilik usaha bisa menciptakan musik khas yang sepenuhnya disesuaikan dengan identitas mereknya, mulai dari nuansa akustik hangat untuk kafe, musik chill untuk lounge, hingga ritme cepat dan berenergi untuk pusat kebugaran. Bahkan, siapa pun kini bisa mencoba menjadi "musisi" dengan mengaransemen musik sendiri menggunakan platform AI, meski tanpa latar belakang pendidikan musik.
Beberapa layanan AI global telah menyediakan fitur di mana pengguna hanya perlu memilih genre, tempo, instrumen, dan suasana, lalu sistem akan menghasilkan komposisi orisinal dalam hitungan detik. Dengan cara ini, pengusaha dapat memiliki "sound branding" unik yang tidak dimiliki kompetitor, menciptakan pengalaman audio yang konsisten dan mudah dikenali pelanggan.
Musik AI memberi kesempatan untuk memadukan kreativitas dan teknologi dalam satu paket yang praktis. Ia bukan hanya sekadar pengganti musik berhak cipta, tetapi juga sarana membangun identitas bisnis yang kuat. Dengan pemanfaatan yang tepat, teknologi ini dapat menjadi investasi jangka panjang bagi pelaku usaha, sekaligus menghadirkan suasana yang autentik dan bebas kekhawatiran hukum.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI