Lihat ke Halaman Asli

Ayu Diahastuti

TERVERIFIKASI

an ordinary people

World Mental Health Day: Siapkah Indonesia Beralih Status Pandemi ke Endemi?

Diperbarui: 8 April 2022   05:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: seseorang sedang berelaksasi| via unsplash.com @ Dingzeyu Li

Hari yang cerah di bulan Oktober tahun ini. Ya, bulan ini begitu istimewa untuk saya. Ingin tahu? 

Yap betul. Ini adalah bulan Kesehatan Mental Sedunia. Untuk tahun ini WHO menetapkan sebuah tema yang cukup istimewa. "Mental Health for All: Let's Make It a Reality".

Tema yang indah bukan? Yuk kita intip sebentar, sebelum kita masuk ke bahasan istimewa kita hari ini. 

Saya ingin membagikan beberapa fakta yang mendasari tema tersebut. Betapa masa pandemi yang berlangsung telah memberikan beban mental mendalam bagi masyarakat dunia secara keseluruhan.

  • Hampir satu juta penduduk dunia mengalami gangguan mental. 
  • Satu dari tujuh anak remaja awal (10-19 tahun) mengalami gangguan mental dan rerata bermula di usia 14 tahun. Sebagian besar tak terdeteksi dan terabaikan. 
  • Depresi merupakan penyebab utama meningkatnya disabilitas dan merupakan beban mental terbesar akibat wabah covid-19. Secara global, diperkirakan 5℅ orang dewasa menderita akibat depresi. 
  • Bagaimana dengan bunuh diri? Setiap 100 kematian, terdapat 1 kasus bunuh diri. Bunuh diri termasuk dalam peringkat empat penyebab kematian remaja usia 15-29 tahun.

Baca juga: Suicidal Thought: Ternyata Bunuh Diri Bukanlah Solusi

Nah, bagaimana dengan kondisi kesehatan mental di Indonesia?

Mengusung data dari Kemenkes RI, 20% penduduk Indonesia memiliki potensi masalah gangguan jiwa. Padahal, jumlah tenaga kesehatan jiwa profesional yang ada di Indonesia hanya berjumlah 1.053 orang. Artinya, setiap 1 orang tenaga kesehatan harus menangani kurang lebih 250.000 orang. 

Masalah lainnya, kesehatan jiwa di negara tercinta ini sering tersandung stigma masyarakat kepada ODGJ, orang dengan gangguan jiwa. 

Seperti halnya kasus-kasus schizophrenia. Masyarakat mencari solusi tergampang, dengan mengurung atau tindakan kekerasan lain pada penyintas, sehingga berakibat disabilitas pada korban. 

Berdasarkan Sistem Registrasi Sampel oleh Badan Litbangkes tahun 2016, data yang didapati 1.800 kasus bunuh diri per tahun. Bila kita rerata, setiap hari ada 5 orang meninggal karena bunuh diri. 

Yang memprihatinkan adalah 47, 7 % bunuh diri tersebut dilakukan oleh remaja dan usia produktif (10-39 tahun). Prosentase angka yang cukup besar, bukan? Terutama masalah depresi pada remaja. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline