Pendahuluan: Memahami realisme secara sederhana
Setiap pagi, ketika seorang guru memasuki kelas, pertanyaan sederhana namun fundamental terlintas: apakah fakta matematika yang ia ajarkan benar-benar ada secara objektif, atau apakah kebenaran tersebut hanya konstruksi sosial? Pertanyaan ini bukan hanya permainan pikiran filosofis belaka. Ketika seorang siswa belajar bahwa "dua ditambah dua sama dengan empat", apakah dia menemukan kebenaran yang sudah ada sejak dahulu, ataukah dia sedang membangun pemahaman pribadi? Pertanyaan mendasar ini lahir dari sebuah aliran filsafat bernama realisme, sebuah pandangan yang menegaskan bahwa dunia memiliki realitas objektif terlepas dari persepsi manusia.
Di era digital ini, ketika cara mengajar dan belajar terus berevolusi, memahami realisme menjadi semakin relevan. Filosofi ini tidak hanya memberikan fondasi teoritis untuk pendidikan, tetapi juga mengubah cara kita merancang kurikulum, metode pembelajaran, dan penilaian siswa. Artikel ini mengajak Anda untuk memahami realisme secara mendalam dan melihat bagaimana filosofi kuno ini tetap hidup dalam tantangan pendidikan modern.
Latar Belakang Masalah: Realisme dan kurikulum bermakna
Pendidikan di seluruh dunia saat ini dihadapkan pada dilema filosofis yang serius. Di satu sisi, ada gerakan yang menekankan bahwa pembelajaran harus berpusat pada konstruksi pengetahuan pribadi siswa, mereka membangun makna sendiri dari pengalaman mereka. Di sisi lain, ada bukti empiris yang kuat bahwa ada kebenaran objektif yang perlu dikuasai siswa, seperti hukum fisika atau fakta sejarah. Keseimbangan antara kedua pandangan ini menciptakan ketegangan dalam praktek pendidikan modern.
Menurut laporan UNESCO 2023, sistem pendidikan global mengalami krisis konsistensi. Berbagai negara menerapkan standar kurikulum yang berbeda-beda untuk topik yang sama, mencerminkan pandangan filosofis yang beragam tentang apa yang "benar-benar" perlu diajarkan. Ketika siswa Indonesia belajar tentang sejarah nasional, siswa Belanda belajar versi lain dari peristiwa yang sama. Fenomena ini menunjukkan bahwa tanpa fondasi filosofis yang kuat tentang realisme, tentang apa yang betul-betul nyata dan objektif hingga pendidikan kehilangan arah bersama.
Lebih lanjut, dalam konteks Indonesia khususnya, kurikulum telah berubah berkali-kali dalam dekade terakhir. Setiap perubahan membawa asumsi filosofis yang berbeda tentang sifat pengetahuan dan realitas. Memahami realisme membantu kita mengevaluasi perubahan-perubahan ini secara kritis dan menciptakan sistem pendidikan yang lebih konsisten dan bermakna.
Pembahasan: Realisme, Hakikat Pengetahuan, dan Pendidikan
1. Memahami Realisme Secara Sederhana
Realisme adalah pandangan filsafat yang mengklaim bahwa dunia memiliki realitas yang objektif dan independen dari kesadaran manusia. Dalam istilah sederhana: sebelum manusia lahir, dunia sudah ada dengan aturan-aturannya sendiri. Gunung Everest tetap setinggi 8.848 meter sekalipun tidak ada orang yang mengukurnya. Bumi berputar mengelilingi matahari sebelum Copernicus menemukan fakta ini. Realisme menegaskan bahwa kebenaran bukan tergantung pada apa yang kita percayai, melainkan pada bagaimana dunia benar-benar berfungsi.