(Kelompok massa yang mengatasnamakan Gerakan Intelektual Muda Antikorupsi dan Ikatan Cendekia Wira (ICW) Muda menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa, 21 Januari 2025. Foto: Koordinator Aksi ICW Muda Intelektual Muda). Korupsi bukan hanya tindak pidana luar biasa (extraordinary crime), tetapi juga kejahatan sosial yang menghancurkan sistem demokrasi, ekonomi, dan kepercayaan publik. Sayangnya, alih-alih menurun, tren korupsi di Indonesia menunjukkan kecenderungan meningkat. Hal ini menjadi alarm keras bagi seluruh elemen bangsa untuk mengevaluasi kembali efektivitas strategi pemberantasan korupsi dan memperkuat integritas nasional.
Berdasarkan laporan Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang tahun 2023 terjadi 791 kasus korupsi dengan 1.695 tersangka, angka tertinggi dalam lima tahun terakhir. Walaupun kerugian negara akibat korupsi menurun dari Rp42,7 triliun pada 2022 menjadi Rp28,4 triliun, meningkatnya jumlah kasus mengindikasikan korupsi makin tersebar luas dan sistemik.Kondisi ini menegaskan bahwa penegakan hukum belum memberikan efek jera yang optimal. Selain itu, lemahnya sistem pencegahan dan belum disahkannya regulasi penting seperti RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal memperlihatkan adanya celah hukum yang belum tertutup rapat.
Di tengah sorotan publik, pemerintah melalui KPK dan kementerian/lembaga lainnya terus berupaya memperbaiki sistem antikorupsi. Di antaranya:
- Peluncuran 15 Aksi Pencegahan Korupsi 2025--2026 oleh Stranas PK
- Indikator MCP (Monitoring Center for Prevention) 2025 untuk penguatan tata kelola pemerintahan daerah
- Kampanye Nasional Antikorupsi 2025 yang melibatkan masyarakat luas dan sektor swasta
Lebih jauh lagi, Indonesia menunjukkan keseriusan dalam memperkuat posisi global melalui kesiapan untuk bergabung dengan Konvensi Anti-Suap OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). Dalam pernyataannya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan RI, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, menyampaikan:
"Indonesia siap bergabung dengan Konvensi Anti-Suap OECD sebagai bagian dari upaya memperkuat kerja sama global dalam pemberantasan korupsi. Kami percaya, pemberantasan korupsi bukan hanya tanggung jawab Pemerintah, tetapi juga membutuhkan partisipasi aktif masyarakat dan sektor swasta."
Pernyataan ini mencerminkan arah baru kebijakan hukum Indonesia yang tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga proaktif dan kolaboratif dalam tataran internasional.
Pemberantasan korupsi tidak akan berhasil tanpa kolaborasi lintas sektor. Masyarakat perlu didorong untuk aktif melaporkan dugaan tindak pidana korupsi dan menumbuhkan budaya integritas sejak usia dini. Sementara itu, sektor swasta harus menjadikan prinsip-prinsip antikorupsi sebagai bagian dari tata kelola perusahaan.
Peningkatan kasus korupsi harus dijadikan momentum untuk mempercepat reformasi hukum dan birokrasi. Komitmen pemerintah untuk bergabung dengan Konvensi Anti-Suap OECD dan pelibatan publik secara luas menunjukkan bahwa Indonesia tidak lagi ingin berjalan sendiri. Saatnya bangsa ini bersatu melawan korupsi, bukan hanya sebagai slogan, tetapi sebagai gerakan nyata.