Jakarta - Tantangan bangsa Indonesia ke depan semakin kompleks, tidak hanya berupa ancaman militer konvensional, tetapi juga ancaman non-militer seperti perang siber, disinformasi, radikalisme, serta krisis energi dan pangan. Tentara Nasional Indonesia (TNI) dituntut adaptif dalam menghadapi perang non-konvensional tersebut.
Hal ini ditegaskan Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso, dalam pernyataannya pada momentum Hari Ulang Tahun (HUT) TNI ke-80.
"TNI harus tetap waspada, tidak boleh lengah, dan selalu menempatkan kepentingan rakyat di atas segalanya. Profesionalisme harus berjalan beriringan dengan penguatan moral dan spiritual prajurit," ujarnya, Sabtu (4/10/2025).
KH Chriswanto menekankan pentingnya sisi religiusitas dalam diri setiap prajurit TNI, khususnya mereka yang bertugas di garis depan. Menurutnya, iman dan takwa menjadi kekuatan utama agar prajurit tetap sabar dan menggunakan hati nurani dalam menjalankan tugas, baik di masa konflik maupun damai.
Selain itu, ia juga menegaskan perlunya sinergi TNI dengan organisasi kemasyarakatan dan keagamaan dalam memperkuat ketahanan bangsa.
"Kami berkomitmen mendukung TNI melalui pembinaan generasi muda agar berkarakter religius, nasionalis, dan cinta tanah air. Kekuatan bangsa tidak hanya ditentukan oleh alutsista modern, tetapi juga oleh akhlak, iman, dan keteguhan moral rakyatnya," tambahnya.
KH Chriswanto juga mengingatkan pentingnya netralitas TNI dalam menjaga demokrasi.
"TNI harus netral, tegak lurus pada UUD 1945, dan menjadi pengawal demokrasi. Jangan sampai kekuatan TNI dimanfaatkan oleh pihak tertentu. Kesetiaan TNI hanya kepada rakyat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia," tegasnya.
Sejarah dan Transformasi TNI
Sementara itu, Ketua DPP LDII, Prof. Singgih Tri Sulistiyono, menyebut bahwa peringatan HUT TNI ke-80 merupakan momentum penting merefleksikan perjalanan panjang TNI sejak berdiri pada 5 Oktober 1945.
Menurutnya, TNI telah melalui berbagai fase penting: