1945--1949: Garda bangsa mempertahankan kemerdekaan.
1950--1965: Konsolidasi dan penumpasan pemberontakan, muncul peran ganda militer.
Masa Orde Baru: Pilar kekuasaan dengan dominasi politik, namun dikritik karena otoritarianisme.
Reformasi 1998: Dwifungsi dicabut, TNI dipisahkan dari Polri, kembali diarahkan pada profesionalisme.
"Sekarang TNI bergerak menuju militer profesional yang modern melalui modernisasi alutsista, peningkatan kualitas SDM, dan keterlibatan dalam diplomasi pertahanan global," jelas Singgih yang juga Guru Besar Sejarah Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang.
Tema HUT TNI ke-80 yang menekankan Profesionalisme, Modernisasi, dan Kedekatan dengan Rakyat dinilai selaras dengan identitas TNI sejak awal kemerdekaan.
"Profesionalisme berarti netralitas politik dan kualitas prajurit. Modernisasi adalah syarat menghadapi ancaman baru, sedangkan kedekatan dengan rakyat adalah jati diri TNI sebagai tentara yang lahir dari rakyat dan untuk rakyat," ungkapnya.
 Visi PRIMA TNI Hadapi Ancaman Global
Lebih lanjut, Prof. Singgih menyoroti visi TNI ke depan dengan jargon PRIMA (Profesional, Responsif, Integratif, Modern, dan Adaptif). Menurutnya, visi ini bukan sekadar konsep baru, melainkan kelanjutan identitas historis TNI sejak berdiri.
 "Watak integratif TNI terbukti ketika menjaga keutuhan NKRI dengan menumpas pemberontakan di berbagai daerah. Kini dengan ancaman siber dan geopolitik Indo-Pasifik, TNI harus semakin modern dan adaptif," pungkasnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI