Lihat ke Halaman Asli

A. S. Narendra

Tunggu sebentar, tulisan belum selesai diketik...

Ngebir Sebelum Sholat, Bedah Buku Bikin Semangat

Diperbarui: 17 Agustus 2025   19:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Pribadi. SS dengan ponsel sendiri yang sudah lunas

Niat awal tadi saya bersiap-siap menemui Ali, anak bungsu saya yang tinggal di area Sanglah. Saya sendiri tinggal di daerah Padangsambian. Kedua daerah tersebut sama-sama di Denpasar Barat. Ali ini usianya baru 6 tahun. Masih lucu-lucunya tapi sudah bisa berargumen dengan kalimat lengkap yang pilihan kata yang kadang diluar dugaan orang dewasa. Seharian gak ketemu Ali bikin saya sedikit hampa.

Niat awal tadi berantakan dan raib bak asap rokoknya Om Bud. Itu terjadi ketika saya membaca judul buku yang akan dibedah di miting Zoom grup The Writers sore ini, "Ngebir Sebelum Sholat". He...? gitu kata saya dalam hati sambil menoleh dan memfokuskan perhatian ke grup WA itu. Menarik juga, batin saya lebih lanjut.

Gak tahu itu judul dari mana asalnya, tapi isi buku yang dibedah ternyata soal makanan. Saya yang memang gak mengikuti perkembangan grup WA The Writers selama ini tiba-tiba saja pengan fokus lagi. Pengen nulis lagi. Nulis yang bukan sekedar menulis di status WA dan dibaca embuh siapa aja yang memang gak ada kerjaan selain baca status WA orang lain.

Tulisan dalam buku itu tulisan antologi. Buat yang gak paham antologi, itu artinya nulis keroyokan beberapa orang yang kemudian dijadikan satu menjadi buku. Tentu ada pihak lain yang jadi editornya. Gak semua tulisan masuk di buku itu karena ada proses kurasi. Proses menyeleksi dan memilih antara tulisan sampah dan tulisan bernilai emas 24 karat.

Saya sebagai penyuka kebatinan memilih diam tanpa kata di Zoom miting kali itu. Saya asyik mendengarkan tuturan para penulis di buku itu. Ada Om Kepra yang nulis apa tadi lupa, trus Nte Nadia Iskandar yang tulisannya di buku itu gak saya ingat, tapi saya ingat bahwa beliau masih ada garis darah dengan seorang Pujangga asal Sumatra Barat. Ibu Lily juga memberikan sumbangan suaranya di Zoom meeting itu, tapi jujurly saya lupa mbahas apa. Heuheu... 

Saya juga masih ingat kalau di Zoom itu dan di WA grup The Writers ada cucu atau cicitnya Agus Salim gitu ya? Apa..., dirimu gak tahu Agus Salim? Coba Googling deh...

Kang Asep Herna masih sama. Dengan suara emasnya beliau menjadi semacam pengantar, MC, pemantik atau apalah istilahnya. Pokoknya beliau yang memandu peluncuran buku "Ngebir..."

Sayup-sayup saya ingat bahwa peluncuran buku antologi itu kalau bisa dilakukan di tanggal 17 Agustus. Hari Kemerdekaan mereka, bukan kemerdekaan saya. Hari ini kebetulan jadi hari yang naas buat saya karena dari tadi pagi membasmi rayap yang menyerang buku-buku saya. Saya gemas bukan kepalang. Saya basmi rayap-rayap itu seperti saya kelak membasmi para koruptor. Hehe...

Ada satu catatan menarik yang diberikan Om Bud menjelang akhir acara peluncuran dan bedah buku tersebut. Om Bud bercerita tentang grup literasi lain yang isinya orang-orang beken, padahal The Writers itu isinya orang-orang biasa saja. 

Om Bud bilang kalau The Writers itu bukan mencari orang-orang beken untuk join grup WA dan join aktivitasnya, tapi mencari bibit-bibit penulis yang kelak jadi penulis beken. Selain Om Bud, orang beken di The Writers itu Om Maman Suherman. Dirimu gak tahu Om Maman juga? Coba googling lagi ya nak...

You tahulah semua kalau semboyannya The Writers adalah "Menulislah minimal satu buku sebelum mati". Ini jadi semacam prinsip yang harus dipegang. Ketika ternyata menulis satu buku pun terlalu berat, mengingat kira-kira satu buku itu ada 250-300an halamanlah supaya bisa dicetak dan laik jual, maka ide bikin tulisan keroyokan atau antologi itu menarik dan banyak yang semangat menulis lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline