Beberapa hari yang lalu, tidak sengaja lewat sebuah video di akun sosial media saya mengenai surat cinta yang tak pernah terkirim di saku seorang prajurit perang dunia di tahun 1939 yang telah meninggal. Kutipan suratnya berbunyi :
When the war is over, we will get married and the earth will grow flowers like you.
And your womb will carry the most beautiful girl in the universe.
(Saat perang berakhir, kita akan segera menikah. Bumi akan menjadi penuh bunga, indah seperti dirimu. Dari rahimmu akan lahir seorang gadis paling cantik.)
Sedih dan pilu, ya. Belum sempat dibaca oleh si penerima. Pengirimnya telah gugur, sebelum perasaan cintanya tersampaikan.
Perang Dunia II bukan hanya kisah strategi militer, pertempuran sengit, dan korban jiwa. Di balik dentuman meriam dan deru pesawat tempur, ada getar hati yang tetap berusaha hidup melalui tinta di atas kertas. Para prajurit dan kekasih mereka, terpisah ribuan kilometer, bertahan dengan secarik surat yang menghubungkan kerinduan. Surat-surat cinta ini bukan sekadar kata, melainkan napas pengharapan, bukti kesetiaan, dan janji akan masa depan. Berikut tiga kisah nyata surat cinta lainnya yang terekam dalam arsip publik, yang hingga kini masih menyentuh hati siapa pun yang membacanya.
Surat Cinta antara Jimmy & Freda
Jimmy, seorang korporal Angkatan Udara Inggris (RAF), ditempatkan di Timur Tengah pada 1942. Kekasihnya, Freda, bertugas di Inggris sebagai anggota Women's Auxiliary Air Force (WAAF). Mereka terpisah ribuan mil, namun surat menjadi satu-satunya jembatan emosi.
Dalam salah satu suratnya, Jimmy menulis:
"...I'm sick and tired of the sun dear, how I'd love to be lost with you in a thick London fog..."
(The Postal Museum, 1942)