Bunda Maria di Gunung La Salette dan Pesannya di Era Digital
Hari ini, 179 tahun lalu, tepatnya pada 19 September 1846, Bunda Maria menampakkan diri di Gunung La Salette, Prancis, kepada dua gembala kecil, Melanie Calvat dan Maximin Giraud. Dalam penampakan itu, Bunda Maria terlihat menangis, suaranya bergetar menyampaikan pesan yang mendalam: "Jika kalian tidak mau bertobat, anak-anak kecil akan jatuh ke lutut, dan orang dewasa ke tanah... Aku adalah Bunda dari Tuhanmu yang Mahakasih."
Tangisan-Nya bukan sekadar simbol kesedihan, melainkan seruan mendesak untuk rekonkiliasi, pemulihan hubungan manusia dengan Allah, sesama, dan diri sendiri. Pesan ini menjadi fondasi spiritual bagi Kongregasi Misionaris La Salette dan Misionaris Keluarga Kudus, sekaligus menjadi cermin untuk merenungkan tantangan kita di era digital ini.
Bunda Maria: Juru Selamat Rekonkiliasi bagi Misionaris La Salette
Bagi Kongregasi Misionaris La Salette, Bunda Maria di La Salette bukan hanya figur yang menangis, tetapi pengantara kasih Allah yang mengajak manusia kembali ke pangkuan-Nya. Mereka lahir dari panggilan untuk mewartakan pesan rekonkiliasi ini: mengajak umat bertobat dari sikap acuh tak acuh terhadap iman, eksploitasi alam, dan ketidakadilan sosial.
Dalam konteks 1846, pesan Bunda Maria menegur masyarakat yang melupakan Hari Tuhan (Hari Minggu) dan mengucapkan nama Tuhan dengan penuh dusta. Hari ini, misi ini relevan lebih dari sebelumnya, karena rekonkiliasi bukan hanya tentang ritual, tetapi membangun keadilan, kepedulian, dan kejujuran dalam setiap aspek kehidupan.
Bagi para misionaris, tangisan Bunda Maria mengingatkan mereka untuk menjadi "saksi kasih yang tak kenal lelah" di tengah dunia yang terpecah. Mereka tidak hanya berkhotbah, tetapi hadir di garda depan konflik, kemiskinan, dan keterasingan spiritual. Seperti Bunda Maria yang turun dari surga untuk menyapa dua anak kecil yang sederhana, mereka percaya bahwa rekonkiliasi dimulai dari hal-hal kecil: senyum, pendengaran yang tulus, dan keberanian mengakui kesalahan.
Bunda Maria dan Misionaris Keluarga Kudus: Menyemai Kudus dalam Keluarga
Salah satu imam La Salette, Pater Jean-Baptiste Berthier, terinspirasi oleh pesan La Salette untuk mendirikan Kongregasi Misionaris Keluarga Kudus (1841). Baginya, Keluarga Kudus (Yesus, Maria, Yusuf) adalah model rekonkiliasi yang hidup. Di tengah krisis nilai keluarga pada abad ke-19, seperti perceraian, kekerasan, dan kelalaian akan doa, Berthier melihat keluarga sebagai "gereja domestik" tempat kasih Allah diwujudkan.
Bunda Maria di La Salette, yang juga menjadi Ibu dalam Keluarga Kudus, mengajarkan bahwa rekonkiliasi dimulai dari rumah. Bagi Misionaris Keluarga Kudus, pesan ini berarti:
Keluarga harus menjadi tempat pengampunan tumbuh, di mana konflik diselesaikan dengan cinta, bukan amarah.
Orang tua adalah pewarta iman pertama yang mengajarkan anak-anak untuk menghormati Sabat (istirahat rohani) dan menjaga kekudusan kata-kata.